Kisah Suku Nenet yang Hidup Di Tepi Dunia dan Terancam Perubahan Iklim

By Rahmad Azhar Hutomo, Kamis, 21 Maret 2019 | 08:00 WIB
Nyadma Khudi, penggembala Nenet, memandu rusa kutub melewati bawah jalur pipa di ladang gas Bovanenkovo di Semenanjung Yamal, Siberia. Ketika jalur pipa gas masih baru, rusa-rusa itu enggan mendekat. Kini, mereka mengikuti tanpa ragu untuk mencapai padang rumput musim panas di utara. (Evgenia Arbugaeva)

Nationalgeographic.co.id - Orang Nenet, penduduk asli Arktika Rusia, menghadapi dua hambatan modern dalam migrasi panjang mereka, perubahan iklim dan ladang gas alam raksasa.

Yuri Khudi berjongkok di dalam chum tenda—besarnya. Di luar, tujuh tenda lainnya berdiri dalam formasi setengah lingkaran. Tundra Siberia membentang ke arah Samudra Arktika di utara; di kejauhan, seekor rusa kutub merumput di puncak bukit. Saat itu pertengahan Juli, dan kelompok penggembala Nenet yang dipimpin oleh Yuri telah menempuh sekitar setengah jalur migrasi tahunan sepanjang 600 kilometer di Semenanjung Yamal, yang akan membawa mereka ke utara menuju pesisir Arktika dalam keadaan normal.

“Tiga tahun telah berlalu sejak kami berangkat dari padang rumput musim panas kami di tepi Laut Kara,” kata Yuri. “Rusa kutub kami terlalu lemah untuk melakukan perjalanan panjang.”

Pada musim dingin 2013-14, tidak seperti biasanya, cuaca hangat mendatangkan hujan di bagian selatan Yamal; kebekuan yang menyusul menyelimuti sebagian besar padang rumput musim dingin dengan lapisan es tebal. Rusa kutub, yang biasa menggali salju untuk mencari lumut, makanan utama mereka pada musim dingin, tidak sanggup menggali lagi. Di kawanan ini dan yang lainnya, puluhan ribu rusa kutub kelaparan. Kini, pada musim panas 2016, rusa-rusa penyintas masih memulihkan diri.

Baca Juga : Senyawa Plastik Ditemukan Pada Telur Burung di Pedalaman Arktika

Pintu kanvas tenda terbuka, dan seekor rusa, dengan posisi menyeruduk, menyeruak masuk. Rusa itu berhenti di depan perapian, menggetarkan badannya keras-keras, dan duduk untuk mengunyah mamahan perlahan-lahan.

Pavlik Khudi (5), cucu Nyadma, mendesak ibunya, Edaine, untuk bergerak lebih cepat. Dia mengikuti kedua orang tuanya menjalani migrasi tahunan sejauh 1.200 kilometer. Namun, saat usianya menginjak tujuh tahun, dia akan dimasukkan ke sekolah berasrama, seperti anak-anak Nenet lainnya, dan menghabiskan lebih banyak waktunya di sana. (Evgenia Arbugaeva)

“Rusa muda ini kehilangan induk, jadi kami memeliharanya di dalam tenda,” Yuri menjelaskan. “Moga-moga ia beranak tahun depan. Kami hanya punya 3.000 ekor rusa saat ini, setengah daripada biasanya.”

Suku Nenet telah berabad-abad melakukan migrasi tahunan ini, dan perjalanan pulang-pergi sejauh 1.200 kilometer ini termasuk salah satu yang terpanjang di dunia. Kelompok Yuri, yang bernama Brigade 4, merupakan peninggalan masa kejayaan Soviet—di bawah pemerintahan Soviet, selama berpuluh-puluh tahun orang Nenet dipaksa untuk menetap dan mengalami persekusi keagamaan.

Mereka telah melewati berabad-abad pemerintahan Rusia sebelumnya. Sepanjang masa itu, mereka berhasil mempertahankan bahasa, pandangan animisme, dan tradisi nomaden mereka.

Nyadma menjepit rusa jantan muda agar putranya Gosha bisa memotong tanduk merah binatang itu. Seorang makelar akan membeli tanduk itu dengan harga sekitar Rp67 ribu per kilogram; jaringan hidup dan darah yang terkandung di dalamnya amat berharga dalam obat tradisional Tiongkok. Proses ini menyakitkan bagi satwa yang menjalaninya. (Evgenia Arbugaeva)

“Suku Nenet adalah salah satu kelompok penduduk asli paling tangguh di Arktika,” kata Bruce Forbes dari University of Lapland di Finlandia, ahli geografi yang telah puluhan tahun melakukan penelitian terhadap mereka.