Singkap Jejak Kediaman Sang Mayor yang Meraja Gula di Surabaya

By Mahandis Yoanata Thamrin, Rabu, 26 Juni 2019 | 19:12 WIB
Patung singa di depan beranda rumah penginapan GANEFO di Jalan Kapasan 169-171, Surabaya. Awalnya rumah ini milik keluarga The Toan Ing, yang kemudian berpindah tangan ke Tan Siong Chiu. Inilah salah satu tengara pecinan di Surabaya yang kerap terlewat. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Sebuah foto, mungkin bagian suvenir keluarga, yang menampilkan Mayor The Toan Ing dan istrinya Kwee Giem Nio. The lahir pada 28 Desember 1849 dan wafat pada 27 Desember 1920 dalam usia 70 tahun. (Geni.com)

Siapakah sejatinya The Toan Ing?

Ia lahir di Surabaya pada Jumat, 28 Desember 1849. Jabatan sebagai letnan tituler diembannya pada 1890-1904. Kemudian naik pangkat sebagai kapitein pada 1904-07. Lalu, dalam periode 1907-1913, ia menjabat sebagai Mayor Surabaya. Kariernya lumayan gemilang.

Saya menjumpai silsilah keluarga The yang diunggah oleh Pandjie Kusuma di laman geni.com, salah satu situs web terbesar yang menyediakan jasa pencatatan silsilah pohon keluarga. Ketika saya bertanya lebih jauh tentang The Toan Ing, Pandjie menjawab, “Maaf saya tidak bisa banyak membantu Anda dalam masalah ini. Saya pikir Anda harus menghubungi keluarga The. Rumah klan The berada di Jalan Karet, Surabaya.”

Setiap kali ke Surabaya, saya memang kerap melintasi rumah yang dimaksud Pandjie, sebuah rumah kusam beratap ekor walet dengan hiasan buket bunga berpasangan di Jalan Karet. Rumah itu pernah sohor sebagai “Vereeniging The Goa Tjing” yang berada di Chineesche Voorstraat —kini lebih dikenal sebagai “Rumah Sembayang Keluarga The Goan Tjing”—yang didirikan oleh anak-anaknya pada 1883. Di jalan yang sama juga berdiri “Roemah Sembajang Kaloearga Han Bwe Koo”. Ada hubungan apa keluarga The dan Han?

Dari catatan Pandjie, setidaknya kita mendapatkan gambaran tentang riwayat dan kiprah klan The di Surabaya. Bagi orang-orang Surabaya, keluarga The memiliki jejak kenangan. Sederet nama bermarga The selama tiga generasi memiliki jabatan opsir Cina. Ayahnya yang bernama The Boen Khe (13 Januari 1821 – 5 April 1898) juga seorang opsir Cina. Ia menjabat sebagai letnan pada 1846-1861, kapitein pada 1861-1874, Mayor Surabaya pada 1874-1888, dan Mayor tituler pada 1888 sampai akhir hayatnya.

Boen Khe memiliki dua istri. Istri pertama bernama Han Hong Hio, yang menurunkan empat anak, salah satunya The Toan Ing. Istri keduanya bernama Han Kian Nio, kakak dari istri pertama.

Langit-langit beranda yang berhias flora nan mewah, yang dipadukan dengan jendela berkaca patri dengan corak flora pula. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Artinya, dalam diri Toan Ing mengalir darah marga The dan Han. Ia memiliki empat saudara kandung. Satu kakak laki-laki, yakni The Toan Lok, dan tiga saudara perempuan The Tjoan Nio, The Djien Nio, dan The Tien Nio. Sang kakak juga menjabat sebagai letnan pada 1873-1883 dan kapitein pada 1888-1812.

Thérèse Hoven (1860-1941) pernah mencatat tentang perayaan ulang tahun ke-71 The Boen Khe, yang digelar mewah oleh Kapitein The Toan Lok dan Letnan Toan Ing. Catatan itu terbit dalam De Huisvriend jilid 1891.

Hoven dikenal sebagai seorang penulis asal Den Haag dengan karya lebih dari seratus buku sepanjang hidupnya—dari esai tentang Hindia, novel, sampai cerita anak-anak. Menurut catatannya, dia menyaksikan tentang sebuah pesta yang digelar untuk menghormati mantan Mayor Cina The Boen Keh. Agenda Acara dan Menu Perjamuan pada acara itu dicetak begitu elegan dalam tiga bahasa—Belanda, Prancis dan Melayu—yang bertakhtakan “huruf-huruf emas dan dihiasi dengan potret si Jubilaris, seorang Cina tua yang baik dengan wajah nan cerdas.”

Jendela dengan kaca patri bergaya Art-Nouveau yang tren pada dekade awal 1900-an. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)