Teka-teki Revisi Angka Target Wisatawan, Bagaimana Nasib Promosi Pariwisata Kita?

By Bayu Dwi Mardana Kusuma, Jumat, 16 Agustus 2019 | 08:06 WIB
Lanskap pantai pink di Jerowaru, Lombok Timur, NTB, Sabtu (3/8/2019). Pantai Pink Lombok merupakan salah satu destinasi wisata di Lombok Timur yang makin populer karena memiliki keindahan alam dan keunikan pasirnya yang berwarna merah muda. (KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Nationalgeographic.co.id - Bukan perkara gampang bergelut dengan sektor pariwisata meskipun di atas kertas pariwisata Indonesia dinilai menjanjikan.

Dengan keindahan alam yang diakui pelancong dunia, Indonesia memiliki daya tarik alami. Namun, daya tarik alami tidak cukup. Sebuah negara mesti memiliki daya tarik tambahan agar turis datang dan memberikan dampak berganda bagi perekonomian negara itu.

Pada 2014, pemerintah memasang target untuk sektor pariwisata pada 2019. Pada tahun ini, akhir periode pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla, pariwisata dibidik untuk menghasilkan devisa dari wisatawan mancanegara sebesar 20 miliar dollar AS. Berdasarkan nilai tukar dollar AS saat itu, nilai devisa tersebut setara Rp 240 triliun.

Baca Juga: Saatnya Kembali ke Sumba, Festival Kuda Sandalwood Telah Siap Sambut WIsatawan

Wisatawan menikmati senja di Pantai Seminyak, Badung, Bali, Senin (22/7/2019). Pantai Seminyak menjadi salah satu lokasi favorit wisatawan untuk menyaksikan matahari terbenam. (KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Adapun target lain yang ditetapkan meliputi 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman), 275 juta kunjungan wisatawan Nusantara, dan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 8 persen.

Meski demikian, fakta berkata lain. Pada pertengahan tahun ini, pemerintah, melalui Kementerian Pariwisata, merevisi target tersebut. Kunjungan wisman direvisi menjadi 18 juta kunjungan, sedangkan devisa menjadi 17,6 miliar dollar AS.

Perubahan target ini diperkirakan menyesuaikan dengan realisasi kunjungan wisman pada tahun-tahun sebelumnya yang tidak mencapai target. Pada 2018, target 17 juta kunjungan wisman tidak tercapai. Tahun lalu, turis asing yang datang ke Indonesia sebanyak 15,81 juta kunjungan. Adapun pada 2017 sebanyak 14,04 juta wisman ke Indonesia.

Baca Juga: Kata Ahli Jadi Fenomena Biasa, Wisatawan Berlomba Abadikan Embun Beku di Bromo dan Semeru

Liburan Seru ke Labuan Bajo, destinasi wisata alam Indonesia! (Instagram/@Jokowi)

 

Dalam neraca pembayaran Indonesia, sektor pariwisata masih menjadi penyumbang surplus. Surplus jasa perjalanan dari sektor pariwisata pada 2017 sebesar 4,85 miliar dollar AS, yang menjadi 5,338 miliar dollar AS pada 2018.

Akan tetapi, pada triwulan II-2019, surplus yang biasanya lebih dari 1 miliar dollar AS pada tiap triwulan anjlok menjadi 805 juta dollar AS. Surplus mengecil akibat wisatawan domestik yang bepergian ke luar negeri bertambah dengan nilai belanja yang meningkat. Di sisi lain, wisman yang datang ke Indonesia meningkat, tetapi nilai belanja mereka mengecil.

Baca Juga: Jalur Pendakian Rinjani Batal Dipisah, Wisata Halal Masih Terus Mencari Bentuknya

Obyek wisata Garuda Wisnu Kencana ( GWK) yang terletak di kawasan GWK Cultural Park, Bukit Ungasan, Kabupaten Badung, Bali (KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI)

Pada April-Juni 2019, sebanyak 3,128 juta wisman yang datang ke Tanah Air membelanjakan 3,024 miliar dollar AS. Jika dirata-rata, setiap turis membelanjakan 966,75 dollar AS per kunjungan. Adapun pada Januari-Maret 2019, sebesar 3,399 miliar dollar AS dibelanjakan 2,969 juta wisman yang melancong ke Indonesia. Artinya, setiap turis asing itu membelanjakan 1.144,83 dollar AS.

Penurunan nilai belanja itu patut dicatat. Sebab, sektor pariwisata digadang-gadang menjadi sektor yang memberikan devisa bagi negara. Dengan demikian, turis tidak hanya datang, tetapi juga diharapkan berbelanja di Indonesia sehingga memberikan tambahan devisa dan dampak berganda secara ekonomi.

Baca Juga: Pesta Kesenian Bali, Budaya Mengikat Perbedaan dan Memikat Wisatawan

Obyek wisata Pura Ulun Danu, Danau Beratan, Bedugul, Kabupaten Tabanan, Bali, masih menjadi salah satu favorit kunjungan wisatawan domestik dan asing (KOMPAS/AYU SULISTYOWATI)

Dampak berganda bisa dialami, antara lain, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang menyediakan cinderamata, penyedia penginapan, serta makanan dan minuman.

Padahal, nilai terbaik Indonesia pada indeks daya saing pariwisata menurut Forum Ekonomi Dunia adalah harga yang terjangkau. Mestinya, harga yang terjangkau bisa membuat turis lebih banyak dan sering datang serta berbelanja. (Dewi Indriastuti/Kompas.id)