Pemindahan Ibu Kota Negara Disepakati, Akan Seperti Apa Nasib Hutan Kalimantan Calon Pengganti Ibu Kota Baru?

By Mahmud Zulfikar, Rabu, 28 Agustus 2019 | 07:44 WIB
Presiden Joko Widodo meninjau kawasan Bukit Soeharto di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, yang menjadi salah satu lokasi calon Ibu Kota baru, Selasa (7/5/2019). ((Biro pers setpres))

Kekhawatiran ini bisa kita refleksikan dengan kondisi Jakarta di mana tata ruang pembangunanya melebihi dari apa yang disebut layak.

Sehingga ini menimbulkan kekhawatiran pembangunan ibu kota akan mengganggu ekosistem hutan dan jadi beban lingkungan.

Kemudian Paulus Yhance Danarto, Dosen Sosial Pembangunan FISIP Universitas Palangkaraya mengatakan kepada Mongabay.co.id berpesan, “Jangan sampai pemindahan ibu kota negara menambah beban lingkungan, pada gilirannya memperparah kerusakan lingkungan,” jelasnya.

Paulus memaparkan, evaluasi kondisi lingkungan harus dilakukan menyeluruh. Atas dasar kepentingan negara dan rakyat, bukan keuntungan bisnis yang rawan manipulasi.

Baca Juga: Gambar dari Luar Angkasa Ini Tunjukkan Seberapa Parah Kebakaran Hutan Amazon

Evaluasi difokuskan pada kelestarian hutan, aktivitas tambang dan perkebunan, serta daerah aliran sungai [DAS] besar.

Desain Ibu kota Baru (The Indonesian Institute)

Berdasarkan data yang didapat dari Greenpeace, tahun 2015 sampai 2018, terdapat lebih dari 3.487 titik panas di Kutai Kertanegara dan daerah bekas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seluas lebih dari 35.000 hektar. Tahun ini, jumlah titik panas itu mencapai 105 titik.

Bila pengkajian pemindahan ibu kota baru tidak teliti dan hati-hati dalam memperhatikan ekosistem hutan, tidak menutup kemungkinan kerusakan hutan akan bertambah dan lebih buruknya berulang.

"Takutnya perencanaan tata ruang ini, walau dibilang di hutan produksi, ketika dia nanti melebar dan meluas, kita tidak bisa memastikan bahwa ada jaminan (pembangunan) akan dilakukan di area yang telah didesignasi," ujar Jasmine lagi, melansir dari BBC Indonesia.