Nationalgeographic.co.id - Tidak ada yang lebih menggembirakan bagi Arif Rahman Hakim, seorang kepala cabang perusahaan farmasi dan konsumer, selain angka penjualan yang naik. Kantor yang dipimpinnya di Pekanbaru, Riau, mencatat permintaan berlipat ganda untuk sejumlah produk yang mereka sediakan.
“Ini yang pasti konsumsi yang fast moving, pertama adalah masker. Masker sold out. Tingkat penjualannya sangat tinggi. Setelah masker, meningkat lagi obat tetes mata. Meningkat lagi, kita punya vitamin, Ester C. Mereka yang di daerah terdampak langsung, mereka persiapan untuk kondisi tubuh jangan sampai drop. Tiga itu yang dapat berkah, terlepas dari kondisi seperti ini. Beratus-ratus persen, berlipat-lipat penjualannya,” kata Arif kepada VOA.
Namun kali ini, kenaikan itu tidak sepenuhnya berbalut kebahagiaan. Bagaimana bisa demikian? Penjualan itu naik karena Pekanbaru tengah dikepung asap pekat dalam beberapa pekan terakhir.
Baca Juga: Mengapa Memadamkan Kebakaran Hutan di Indonesia Sangat Sulit?
Kenaikan penjualan berlipat itu tidak sepenuhnya membahagiakan, karena seperti juga jutaan warga Riau lain, keluarga Arif juga terdampak kabut asap. Sejak Senin (9/9), anak-anaknya diliburkan dari sekolah. Mereka juga tidak dapat beraktivitas di luar ruang sepanjang hari dan harus memakai masker. Pada Kamis (12/9) malam, kata Arif, asap bahkan sudah masuk ke dalam rumah. Mereka harus menyiapkan satu ruang khusus yang tertutup rapat dan dilengkapi penyejuk udara (AC). Kipas angin juga dihidupkan terus untuk mendorong asap keluar rumah.
Kabut asap akibat pembakaran lahan di sebagian wilayah Sumatera semakin parah dalam beberapa hari terakhir. Sekolah diliburkan dan aktivitas masyarakat terhambat. Sayangnya, berbagai kalangan berpendapat bahwa tidak semua pejabat peka dengan kondisi tersebut.
Baca Juga: Bersiaplah, Bumi yang Makin Panas Bikin Tanah Kehilangan Kemampuan untuk Menyerap Air