Salah satunya, 16 rangka manusia yang ditemukan tiga kali, yakni pada 2005 (7 rangka), pada Mei 2010 (6 rangka), dan pada Oktober 2014 (3 rangka). Penemuan lain antara lain berupa gelang emas, manik-manik, gerabah, keramik, dan senjata logam.
Analisis morfologis terhadap rangka-rangka manusia itu menunjukkan ada komponen anatomis yang hampir lengkap di sebagian besar rangka, dari tengkorak hingga pergelangan kaki. Tulang-belulangnya sangat tebal dan keras.
Ahli arkeologi Harry Widianto dengan fasih menjelaskan ciri-cirinya. Bentuk tengkorak yang tinggi dan bundar termasuk jenis tengkorak brachycephal.
Melihat langit-langit rahang atas, muka yang datar, keausan gigi, dan ciri-ciri lain, semua itu menunjuk pada jenis ras Mongoloid, ras kita saat ini.
Bambang Budi Utomo beserta tim dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional menganalisis pertanggalan melalui metode C-14 dengan sampel arang dari hasil penggalian di Candi Blandongan.
Hasilnya, rangka manusia yang ditemukan di situs itu diperkirakan hidup abad ke-2 hingga ke-3 Masehi, periode akhir dari Masa Prasejarah di Indonesia.
”Hampir pasti, inilah kuburan para pendukung budaya Buni, budaya masa paleometalik yang sangat akrab dengan alat-alat logam dan mengembangkan teknologi gerabah berslip merah pada akhir prasejarah di Jabar. Kalau melihat candi-candi yang mengacu pada budaya Hindu dan Buddha, mereka ini mewakili masyarakat dari zaman peralihan, prasejarah ke sejarah. Mereka hidup dengan pola prasejarah, tapi memeluk agama baru, lantas mendirikan candi,” papar Harry, yang juga arkeolog dan ahli paleoantropologi.