Karantina Hingga Vaksin, Inilah Akhir dari 5 Wabah Terparah di Dunia

By Gita Laras Widyaningrum, Kamis, 2 April 2020 | 09:00 WIB
Miniatur Toggenburg Bible (Swiss) tahun 1411. Penyakit ini secara luas diyakini sebagai wabah, meskipun lokasi benjolan dan lepuh lebih konsisten dengan cacar. (via historytoday.com)

3. Wabah Besar London

Wabah Besar London. (Wikipedia)

London tidak pernah beristirahat setelah Black Death. Wabah terus muncul di wilayah tersebut setiap 20 tahun mulai dari 1348 hingga 1665--secara total terjadi 40 wabah dalam 300 tahun. Dan di setiap epidemi baru, sekitar 20 persen pria, wanita dan anak-anak yang tinggal di ibu kota Inggris itu terbunuh. 

Pada awal 1500-an, Inggris menerapkan kebijakan pertama untuk memisahkan dan mengisolasi warga sakit. Rumah-rumah yang dirasa memiliki wabah ditandai dengan tali jerami pada tiang di luar rumah. Jika memiliki anggota keluarga yang terinfeksi, makan Anda harus membawa tiang putih ketika keluar rumah. Anjing dan kucing yang dianggap berpotensi membawa penyakit pun dibunuh secara massal.

Wabah Besar 1665 merupakan wabah terakhir dan terparah London, membunuh 100 ribu orang dalam tujuh bulan. Semua sarana dan hiburan umum ditutup dan pasien terinfeksi dipaksa tinggal di dalam rumah untuk mencegah penyebaran penyakit. Salib merah dicat di pintu-pintu mereka beserta dengan permohonan ampunan: "Tuhan, kasihanilah kami". 

Meskipun tampak kejam, tapi memaksa orang sakit diam di rumah mereka serta mengubur korban meninggal di kuburan massal, menjadi satu-satunya cara untuk mengakhiri Wabah Besar.