Nationalgeographic.co.id—Dr. Masaru Emoto penulis buku terlaris New York Times lahir pada 22 Juli 1943 di Yokohama Jepang. Ia terkenal berkat paparan penelitian resonansi kristal air yang ditangkap melalui foto mikroskopis. Masaru mencoba membuktikan bahwa air tidak hanya berbicara tentang senyawa H20 saja.
Penelitiannya menunjukan bahwa pikiran, kata-kata, emosi, doa, dan musik memilik efek langsung pada pembentukan kristal air. Dan karena tubuh dan planet kita sebagian besar adalah air, pikiran dan kata-kata tidak hanya memengaruhi pikiran kita sendiri, tetapi juga dunia.
Dia adalah lulusan dari departemen humaniora dan sains Universitas Yokohama dengan fokus Hubungan Internasional. Pada tahun 1986, ia mendirikan IHM Corporation di Tokyo.
Baca Juga: Bentuk Asli Kristal Unik Air Zamzam dari Penelitian Masaru Emoto
Pada Oktober 1992, ia menerima sertifikasi dari Open International University sebagai Doktor Pengobatan Alternatif.
Pada 2005, ia diundang sebagai pembicara tamu khusus di markas besar PBB, New York untuk berbicara tentang temuanya tentang air untuk The Spiritual Dimensions of Science and Consciousness Subcommittee. Ia juga dekat dengan tokoh-tokoh peneliti dan pemimpin dunia seperti Dalai Lama.
Eksperimen Masaru melibatkan pemaparan gelas berisi air ke berbagai kata, gambar atau musik. Kemudian membekukan air dan memeriksa kristal beku di bawah mikroskop. Penelitianya memperlihatkan bahwa kata-kata dan emosi positifm musik klasik dan doa positif yang diarahkan ke air menghasilkan kristal yang indah.
Sedangkan kata-kata dan emosi negatif serta musik kasar, seperi heavy metal, menghasilkan kristal yang jelek. Hal ini mengundang kritik dari William Reville, profesor biokimia dan staff kesadaran publik terhadap sains di UCC pada 2011 di laman Irish Times.
Menurutnya, air adalah bahan kimia yang sangat khusus. Semua reaksi biokimia dalam sel biologis, unit kehidupan, berlangsung di dalam air. Sebuah molekul air mengandung dua atom hidrogen yang masing-masing terikat pada atom oksigen yang sama.
Saat air membeku pada nol derajat celcius, molekul-molekul berbaris dalam susunan teratur, di bawah pengaruh daya tarik timbal balik dari muatan yang berlawanan, untuk membentuk kristal.
Proses yang disebut Reville sebagai lining up itu berarti bahwa sejumlah molekul air mengambil lebih banyak ruang dalam fase padat daripada yang mereka lakukan saat tergelincir dan meluncur di atas satu sama lain dalam fase cair.
Oleh karena itu, es kurang padat daripada air cair dan mengapung di atas air cair. Akibatnya, air yang terbuka membeku dari atas ke bawah saat mendingin. Es di atas mengisolasi air cair di bawahnya dan badan air jarang membeku sampai ke dasar.
Maka, organisme hidup di dalam air dapat bertahan dalam fase cair melalui musim dingin yang parah.
"Sangat tidak mungkin ada kenyataan di balik klaim Emoto. Sebuah studi buta rangkap tiga dari klaim ini gagal menunjukan efek apapun," kata Reville di Irish Times. "Banyak faktor dalam pekerjaan yang dijelaskan oleh Emoto tampaknya tidak terkontrol dengan baik - pembentukan kristal es diketahui dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti laju pendinginan. Selain itu, fotografer kristal juga diminta untuk memilih tampilan yang 'paling menyenangkan', yang secara kuat meningkatkan kemungkinan subjektivitas yang memengaruhi hasil," lanjutnya.
Di sisi lain, di laman Flaska, dijelaskan bagaimana metode Masaru Emoto didasarkan pada prinsip pembekuan berbagai sampel air 0,5 ml. Kemudian, potongan-potongan kecil es diekstraksi dari sampel dan digunakan sebagai apa yang disebut "benih" dari kristal air kemudian ditanam.
Baca Juga: Begini Cara Mengejutkan Hewan-Hewan Alam Liar yang Gunakan Listrik
Kristal terbentuk pada suhu antara -5 dan 0 derajat celcius dalam berbadai bentuk berdasarkan kesimpulan Masaru tentang kualitas air. Air dengan struktur internal yang hancur (karena pengaruh mekanis, kimiawi, atau getaran) tidak membentuk kristal atau membentuk kristal dengan bentuk tidak beraturan. Mata air biasanya membentuk kristal heksagonal.
Masaru meninggal pada usia 71 tahun di sebuah rumah sakit di Tokyo. Ia sempat jatuh sakit di Shanghai, Cina. Penyakitnya dengan cepat berkembang menjadi pneumonia dan dia ditempatkan dalam kondisi kritis selama beberapa minggu sebelum dinyatakan cukup stabil untuk dibawa ke Tokyo.
Dia meninggal pada pukul 12:50 pada 17 Oktober 2017 didampingi sang istri, Kazuko yang berada di sisinya.
Pengumuman keluarga Masaru berbunyi, "Kata terakhirnya adalah 'arigatou', kami percaya kata terakhirnya adalah untuk orang-orang yang berbagi visinya untuk perdamaian, orang-orang yang dia temui di sepanjang perjalanannya, dan semua orang yang berhubungan dengan pekerjaan hidupnya."
"Dia sangat bersyukur atas teman-teman yang dia buat sepanjang hidupnya. Dia sangat berterima kasih kepada kalian semua," kata istrinya Kazuko Emoto di laman Cision. "Dalam buku terakhirnya, Hidden Messages From Water and The Universe, dia menulis, 'Hidup adalah cinta, yang merupakan anugerah Tuhan dan orang tua, dan kematian adalah rasa syukur untuk pergi ke dimensi baru'. Jadi dia berada di dimensi lain dan terus memandang kami dengan hangat dengan cita dan syukur," lanjutnya.
Selama lebih dari 30 tahun dia membagikan pesan tentang kekuatan cinta dan syukur dalam menciptakan perdamaian di planet kita melalui pemahamannya tentang sifat sejati air. Pesan karyanya adalah bahwa ingatan dan resonansi air, dan hubunganya dengan air di dalam diri kita dan planet akan membantu membawa kedamaian bagi semua umat manusia.
Dia telah mengajar dan menyelenggarakan seminar di seluruh dunia dan memberikan lebih dari 1000 ceramah di 75 negara, dan sejak rilis buku pertamanya, telah berhasil menerbitkan lebih dari tiga juta eksemplar dari 30 judul di 46 negara.