Dahulu Dianggap Buruk, Bagaimana Festival Peh Cun Dirayakan Meriah?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 15 Juni 2021 | 12:42 WIB
Pertunjukkan Barongsai pada Malam Perayaan Peh Cun menjadi daya tarik tersendiri bagi yang menyaksik (Zika Zakiya)

 

"Nah di situ adalah bagaimana kita melihat alam, bagaimana mereka melihat sistem musim (yang dibagi menjadi empat). Tetapi setiap peralihan musim, pasti ada festival-festival."

PehCuun adalah satu di antara festival untuk peralihan musim. Sehingga, festival itu tak selalu identik dengan perahu naga dan bacang tetapi pada waktu dan kekuatan alam, papar Ardian.

Penggunaan Peh Cun sebagai hari yang buruk bahkan sudah dicatat lama sekali sebelum adanya kisah Qu Yuan yang jatuh ke sungai. Jika konteksnya di Indonesia pun, waktu Peh Cun adalah masa pancaroba yang menganggapnya sebagai racun dan udara buruk.

Maka muncullah usaha untuk mengahapi perubahan cuaca yang menyebabkan masyarakat sakit, dan sial. Cara untuk mengusirnya adalah mandi tengah hari atau mengambil hari tengah hari.

Baca Juga: Asal Usul Festival Peh Cun, Hari Mendayung Perahu dan Makan Bakcang

Bakcang, salah kudapan peranakan Tionghoa yang populer di Nusantara. Kudapan ini kerap disajikan dalam perayaan Peh Cun. (Agni Malagina/FIB UI)

"Sebab puncak hari itu dianggap positif. Bulan Wu, tanggal Wu, jam Wu. Mereka percaya dengan kekuatan alam semesta itu bisa menolak bala," papar Ardian. "Kebudayaan ini berlaku di wilayah tertentu seperti Xiamen, Fujian, termasuk orang Hakka sendiri."

Sedangkan budaya masyarakat Tionghoa lain melakukan ritual lain seperti menempel kertas jimat, menaruh lukisan Baize, gambar Zhongkui—yang sudah jarang dilakukan.

Lukisan Baize yang sudah paling jarang dilakukan, identik dengan hewan yang sakti dan mempunyai pengetahuan luar biasa untuk melawan lima siluman beracun. Asal-usulnya dikatikan dengan Kaisar Kuning yang melakukan inspeksi di Laut Timur, dan bertemu dengan makhluk yang bisa berbicara dengan manusia.

Lima hal beracun itu, dikaitkan dengan pandangan tradisional bahwa Wu dalam kalender berkaitan dengan lima hal beracun. Lima siluman itu beracun itu adalah kodok, kelabang, kalajengking, tokek (sebagian menggunakan laba-laba), dan ular beracun. Lima hewan ini dianggap hama yang membuat manusia sakit, terlebih pada masa awal kebudayaan ini kelimanya sangat aktif mengincar penduduk.

Baca Juga: Mitos di Balik Perayaan Peh Cun sebagai Tradisi Masyarakat Tionghoa

Perayaan Peh Cun identik dengan mendayung perahu naga, menyantap bakcang, dan menegakkan telur. Setiap hari kelima pada bulan kelima penanggalan Imlek, diyakini posisi Matahari-Bumi-Bulan berada dalam satu garis lurus, sehingga gravitasi itu membuat telur bisa berdiri. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)