Nationalgeographic.co.id—Seorang pemimpin menjadi sosok paling disegani dan dituruti oleh rakyatnya. Akan tetapi, bagaimana bila seorang pemimpin tersebut menjadi buta?
John dari Bohemia—adalah seorang raja yang hidup antara abad ke-13 dan 14. John lebih dikenal dengan "John dari Luxemburg" dan "John Si Buta". Mendapatkan julukan sebagai "John dari Luxemburg" karena berasal dari dinasti Limburg-Luxembourg. Sementara dijuluki sebagai "John Si Buta" karena ia mengalami kebutaan selama sepuluh tahun terakhir hidupnya.
John merupakan salah satu tokoh heroik terkenal dengan kampanye militer di seluruh Eropa dari Toulouse hingga Prusia. Selain itu, dia dikenal dalam Pertempuran Crecy, salah satu pertempuran yang paling dahsyat dari Perang Seratus Tahun dimana raja kehilangan nyawanya.
John dari Bohemia lahir pada 10 Agustus 1296 di Luxembourg. Ayahnya adalah Henry VII, Pangeran Luxembourg dan sang ibu merupakan bangsawan bernama Margaret of Brabant. John berasal dari dinasti Limburg-Luxembourg, yang didirikan oleh Henry IV, kakek buyutnya pada 1240.
Ketika masih kecil, John dibesarkan dan dididik di Prancis. Merasa menjadi rakyat Prancis, John mengambil peran dalam politik Prancis tetapi gagal. Berkat pencapaian sang ayah menjadi Raja Romawi dan Kaisar Romawi Suci, John muda pindah dari Prancis. Salah satu tugas sang ayah sebagai Raja dan Kaisar adalah mempertahankan posisi keluarga dengan cara mendapatkan takhta Bohemia untuk John.
Kerajaan Bohemia yang terbesar di Republik Ceko pada 1306 mengalami ketidakstabilan karena Wenceslaus III dibunuh dan membuat perebutan takhta Bohemia. Wenceslaus III meninggalkan dua orang saudara perempuan dan seorang ibu. Para perebut takhta mempersunting ketiga perempuan untuk memperoleh takhta.
Pada 1306, Elizabeth dari Bohemia, yang berusia 14 tahun menjadi satu-satunya putri yang belum menikah atau bertunangan. Setelah mendapatkan dukungan Raja Jerman karena melawan saudara ipar, Elizabeth menawarkan diri untuk dinikahkan dengan putra raja, John. Sang raja menyetujui tawaran tersebut, akhirnya John yang berusia 14 tahun menikah dengan Elizabeth yang berusia 18 tahun pada 30 Agustus 1310.
Baca Juga: Bangkai Kapal di Israel Ditemukan dengan Artefak Kristen dan Muslim
Setelah pernikahan dua pasangan muda ini, John ditemani oleh tentara Jerman-Bohemia berangkat ke Praha dan merebut kota pada 9 Desember 1310. John dinobatkan sebagai Raja Bohemia yang baru dan diberi mahkota di Praha pada 7 Februari 1310. John sukses membuat Praha menjadi stabil. Tidak hanya di Praha, John juga merupakan penerus takhta Polandia dan Hongaris sebagai warisan dari Wenceslaus.
Berbanding terbalik dengan berbagai gelar dan warisan takhta, John tidak terlalu dicintai oleh rakyatnya. Hal tersebut disebabkan karena John menghambur-hamburkan uang dan membebani orang Bohemia dengan pajak besar yang harus ditanggung. Selain itu, John dianggap penguasa asing oleh para bangsawan. Masalah datang bertubi-tubi kepada John. Meskipun telah memiliki tujuh orang anak, pernikahan John tidak berjalan mulus. John dan Elizabeth tinggal secara terpisah.
Masalah John diperparah dengan desas desus yang mengatakan bahwa Elizabeth terlibat dalam upaya melawan suaminya pada 1323. John yang cemas menculik tiga anaknya, yaitu Margaret, Bonne, dan Charles untuk dikirim ke Prancis.
Baca Juga: Sisa Bangunan dan Benda Peninggalan Kristen Kuno Ditemukan di Mesir
Mengingat mundur kebelakang, pada 1312, Ayah John, berusaha merebut kota Siena dalam ekspedisi militer melawan Kerajaan Napoli. Tetapi usahanya gagal, Kaisar pun jatuh sakit dan meninggal. Kekaisaran Romawi Suci mengalami ketidakstabilan. Karena John masih dianggap terlalu muda untuk menggantikan sang ayah, dilakukan pemilihan.
Sempat terjadi klaim adanya dua raja karena pada pemilihan pertama, fraksi Luxembourg memilih Louis IV yang berasal dari dinasti Wittelsbach. Sementara kandidat dari fraksi Habsburg memilih Frederick. Akibatnya, kedua raja tersebut mengaku sebagai penguasa yang sah. Namun, konflik berakhir ketika Frederick mengakui Louis sebagai raja yang sah pada 1325. John memberikan dukungan kepada Louis.
John tidak berhenti memperluas kemampuan politiknya. John melakukan kampanye militer di seluruh Eropa. Salah satu kampanye militer paling terkenal yang diikuti oleh John adalah Perang Salib Utara.
Baca Juga: Operasi Badr, Serangan Mesir Saat Israel Merayakan Hari Yom Kippur
Namun, kenyataan tidak mendukung John ketika membantu Ordo Teutonik melawan pagan Litunia. Pada 1336, John mengidap oftalmia atau radang mata yang menyebabkan kebutaan. Merasa frustasi, John memanggil seorang tabib. Tetapi lagi-lagi takdir berkata lain, John tidak berhasil disembuhkan. Sang tabib dihukum mati dengan cara ditenggelamkan.
Tidak tinggal diam, John pun pergi ke Avignon, bertemu dengan Guy de Chauliac, seorang dokter terkenal di bidang oftalmologi. Namun, kenyataan pahit, de Chauliac bukan menyembuhkan bahkan menghilangkan keseluruhan penglihatannya. De Chauliac tidak ditenggelamkan karena merupakan dokter pribadi dari paus. Beredar desas desus bahwa kebutaan John adalah hukuman dari Tuhan, tetapi ia mengabaikannya.
Selain itu, John terkenal dengan pertempuran Crecy yang menewaskan dirinya. Pertempuran Crecy pada 26 Agustus 1346 menjadi salah satu perang terpenting. Pasukan Inggris yang lebih kecil menang atas pasukan Prancis dengan jumlah yang lebih besar. Senjata baru pada pertempuran Crecy merupakan hal yang penting dalam sejarah.
Baca Juga: Mengenal Zoroastrianisme, Agama Monoteistik Pertama di Dunia
Pasukan Inggris menggunakan busur panjang yang lebih cepat membidik dan dapat menembus baju baja. Prancis mengalami kerugian dengan kematian 13.000 ksatria termasuk para bangsawan Prancis, seperti Charles II dari Alençon, Adipati Lorraine, Pangeran Blois serta John.
Jenazah John pertama kali dikebumikan di Kloster Altmunster (Biara Tua) di Luxembourg. Ketika Biara Tua dihancurkan pada 1543, mayat John dipindahkan ke Kloster Neumunster (Biara Baru). Selama Revolusi Prancis, para biarawan mempercayakan tulang-tulang raja kepada keluarga Boch, yang menyembunyikannya di loteng Meltlach, Sungai Saar.
Baca Juga: Survei Membuktikan Orang yang Aktif Beragama Cenderung Lebih Bahagia
Selanjutnya, tulang-tulang John diserahkan sebagai hadiah oleh Jean Francois Boch kepada Frederick William III, Raja Prusia, yang mengaku sebagai keturunan John ketika mengunjungi Rhineland pada 1833. Raja menguburkan tulang-tulang John di kapel permakaman dekat Kastel-Staadt, perbatasan Jerman dengan Luxembourg.
John yang telah tiada mungkin merindukan kampung halamannya. Sehingga tulang belulang John dikembalikan ke tanah kelahirannya, Luxembourg pada 1945. Di tahun yang sama, ketika Nazi Jerman berada di ambang kekalahan, pemerintah Luxembourg pun mengambil kesempatan untuk merebut kembali tulang belulang Raja melalui operasi rahasia. Tulang-tulang John disimpan di ruang bawah tanah Katedral Notre-Dame hingga kini.
Baca Juga: Gianni Crea, Pemegang Kunci Bangunan-bangunan Bersejarah di Vatikan