Berebut Ladang Minyak, Lelakon Perang Dunia Kedua di Kilang Palembang

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 11 Juli 2021 | 10:00 WIB
Sekelompok pasukan Inggris, Australia, India dan Cina ditangkap oleh pasukan Jepang selama jatuhnya Singapura, 15 Februari 1942. (Paul Popper)

 

Nationalgeographic.co.id - Saat ini ada 10 negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia, yang mayoritas berada di kawasan Timur Tengah. Meskipun demikian, di masa lampau, Indonesia yang saat itu masih disebut Hindia Belanda adalah salah satunya.

Saking berharganya, pemerintah kolonial harus mati-matian menjaga industri yang membantu perekonomian negara dari pihak lain, termasuk Jepang pada Perang Dunia II.

Terdapat satu kilang minyak yang terbesar di Hindia Belanda—bahkan menjadi paling produktif dan modern di Asia Tenggara pada masanya. Kilang tersebut berlokasi di Plaju, Sumatra Selatan, dan dimiliki perusahaan Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) atau kini dikenal sebagai Royal Dutch Shell.

Ben de Vries dari Cultural Heritage Agency of the Netherlands, menulis makalahnya yang berjudul The Battle for Oil in the Dutch East Indies: Pladjoe, the Pearl in the Crown of the Bataafsche Pteroleum Maatschappij (Shell), in the Trumoil of the 1940s.

"Ladang minyak dapat dengan mudah berubah menjadi medan perang," tulisnya. "Ini terjadi lebih dari sekali di koloni Hindia Belanda (Indonesia) pada tahun 1940-an." Ketika itu pasukan Jepang, Belanda, Sekutu, dan Indonesia bertempur sengit untuk menguasai fasilitas minyak. "Alasannya, karena pada masa itu Hindia Belanda merupakan salah satu pengekspor minyak terbesar dunia," ungkap de Vries.

Dia menulis, Belanda dituntut Jepang untuk mendapat bagian yang lebih besar dari ekspor minyak di Hindia Timur. Pada saat ini, Jepang sendiri membutuhkan pasokan minyak penyimpannanya untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya.

Pasukan penerjun payung Tentara Kekaisaran Jepang mendarat di Palembang setelah menaklukkan Inggris di Semenanjung Malaya dan Singapura. (Wikimedia Commons)