Saya yakin Soekarno bisa mengajari para politikus terulung di AS beberapa cara meraih dukungan para pemilih. Masyarakat berkumpul di setiap stasiun kereta api untuk mengelu-elukan dan menyalami sang Presiden.
"Mer-de-ka, mer-de-ka, mer-de-ka!" teriak massa terus-menerus, tangan kanan teracung ke udara sebagai tanda hormat.
Di satu persinggahan, paduan suara pelajar putri bermata hitam dengan wajah serius menyanyikan lagu-lagu perjuangan dengan lantang, salah satunya lagu yang bernada "Battle Hymn of the Republic."
Orang Sunda di Jawa Barat sangat berbeda dengan orang Jawa yang ada di wilayah tengah dan selatan. Mereka lebih kokoh, berani, dan ceria. Perempuannya lebih cantik dan pakaiannya lebih berwarna-warni, sementara tari adatnya lebih lincah dan hidup.!break!
Kulit Putih Barang Langka di Sini
Di wilayah Jawa Barat yang dikuasai Republik, orang Amerika berkulit putih menjadi objek rasa ingin tahu yang terkadang menjengahkan. Saya dan teman Australia saya diberi tahu bahwa kami merupakan orang kulit putih pertama yang memasuki kawasan tersebut sejak awal revolusi 1945. Karena orang Belanda dan bangsa Eropa lainnya yang tinggal di kawasan itu sebelum perang mendekam dalam kamp penjara Jepang selama masa perang, banyak anak muda pribumi yang belum pernah melihat orang kulit putih.
Pelajar putra dan putri terbelalak melihat kulit saya yang kemerahan terbakar Matahari dengan rona kuning aneh yang timbul karena makan tablet Atabrine, dan saya perhatikan ada sekelompok gadis kecil yang tertawa riang melihat kepala botak saya yang berkilat. Tinggi badan saya yang 188 sentimeter membuat mereka terheran-heran, karena tinggi rata-rata orang Indonesia hanya 150 sentimeter, dengan berat sekitar setengah orang Amerika atau Eropa yang besar.
Banyak pelajar putri sudah terbiasa memburu tanda tangan. Dengan sopan tetapi gigih, mereka tidak hanya meminta tanda tangan, tetapi juga pesan bagi para anak perempuan di Indonesia.
Karena bahasa Inggris diajarkan sebagai bahasa kedua di sekolah Republik, beberapa pelajar putri mencoba berbahasa Inggris dengan saya, dan saya pun terkesan dengan kefasihan mereka. Saat kami hendak meninggalkan Tasikmalaya, seorang gadis berwajah cerdas sekitar 10 tahun menyerahkan tulisan berikut: Honourable Sir:May we take the liberty to ask you if you will send us a copy of your impression of Java and his inhabitants.We hope you will not refuse this sincere desire of us.Please be so kindly as to convey our best wishes to the American girls.
Receive our thanks.With kind regards,Ann SoediadinataEtty KartamihardjaGarmini Soeria Danyeningrat!break!
Saat fajar hari kedua setelah kami kembali ke Yogyakarta, saya bersama seorang rekan Indonesia berada di stasiun yang penuh sesak. menunggu kereta api untuk kembali ke Batavia.
Dasar nasib sedang baik, pintu masuk gerbong kelas satu berhenti tepat di depan saya dan, sambil memegang tas sekuat tenaga, saya terdorong ke atas gerbong oleh gelombang massa. Gerbong Padat Seperti Kereta Bawah Tanah New York
Semua kursi sudah terisi, jadi orang bergegas memperebutkan posisi terbaik berikutnya, di lengan kursi atau di atas koper.
Penumpang yang berpeluh terus mendesak masuk sampai gerbong itu padat seperti kereta bawah tanah New York di jam sibuk. Kami harus bersesakan seperti itu selama sebagian besar perjalanan 14 jam ke Batavia.
Bocah Indonesia di gerbong kami sangat manis. Bayi dari suku Jawa yang dipangku ibunya—perempuan desa yang duduk di lantai gang di samping saya. Bocah itu menetek dengan anteng dan tidak pernah merengek sedikit pun sepanjang hari. Dia juga menghibur diri dengan menarik bulu lengan saya dan ketika saya menepuk tangan kecilnya, kedua orang tuanya yang bertelanjang kaki memberi saya senyum paling menghangatkan hati yang pernah saya terima.
Pada waktu makan siang yang mulai lebih awal dan berakhir lebih lambat, para anggota keluarga mengobrol sambil bergegas mengambil bekal makanan yang disimpan dalam karung atau tas yang tersebar di seantero gerbong.
Penumpang yang tidak membawa bekal harus bergantung pada penjual makanan di stasiun persinggahan. Masalahnya, hampir tak mungkin menerobos ke peron, sekalipun rela mengambil risiko kehilangan tempat duduk berharga di lengan kursi yang keras.
Celah jendela gerbong hanya cukup untuk lewat tangan manusia yang didatarkan, tetapi pedagang berhasil menyusupkan beberapa telur bebek rebus, jeruk kecil, dan buah kecil lainnya yang kami jadikan pengganjal perut.!break!
"Tak Ada Waktu untuk Mendaki Gunung"
Rekan Indonesia saya dan sejumlah pemuda lain yang berperang sebagai tentara Republik—pertama melawan Jepang dan kemudian melawan tentara Gurkha-Inggris yang mendarat di Jawa untuk menerima penyerahan Jepang dan menyelamatkan interniran Sekutu—mengajak saya bercakap-cakap.
Kefasihan mereka berbahasa Inggris jelas merupakan bukti bagusnya sistem pendidikan Belanda sebelum perang.
Para pemuda itu menunjukkan minat besar dalam urusan dalam dan luar negeri AS dan saya baru tahu bahwa mereka secara teratur mendengarkan siaran "Voice of America" dari pantai barat Amerika dalam siaran bahasa Inggris dan Melayu.
Seorang veteran muda memberi tahu saya bahwa dia bercita-cita sekolah di West Point bertanya mungkinkah seorang pemuda Indonesia masuk ke sana.
Menjelang malam, saat kami melintasi persawahan yang luas di Cirebon, gunung yang menjulang ke langit biru jauh di pedalaman kembali menarik perhatian saya.
"Jika pendaki gunung Amerika melihat puncak gunung seperti itu, pasti mereka tak bisa menolak godaan untuk mendakinya," ujar saya kepada rekan muda Indonesia itu.
"Kami tidak punya waktu untuk mendaki gunung," jawabnya. "Banyak hal yang lebih penting yang harus kami lakukan." * Lihat di NATIONAL GEOGRAPHIC MAGAZINE: "The Face of the Netherlands Indies," 20 ilustrasi dari foto karya Maynard Owen Williams dan lain-lain, Februari, 1946; "Java Assignment,” oleh Dee Bredin, Januari, 1942; “Through Java in Pursuit of Color," oleh W. Robert Moore, September, 1929, dan “Traveler’s Note on Java,” oleh Henry C. Bryant, Februari, 1910.