Petaka Mengintai di Utara Bandung

By , Senin, 30 Januari 2012 | 16:56 WIB

Kesimpulan itu, kata Irwan, sangat penting karena akan memengaruhi banyak hal. Setidaknya, jawaban bahwa Sesar Lembang aktif akan menjadi peringatan bagi warga dan pemerintah di seluruh Cekungan Bandung dan kawasan utara Bandung untuk waspada terhadap ancaman gempa dari Sesar Lembang.

Meski begitu, Irwan dan para peneliti lain­nya masih membutuhkan penelitian lanjutan untuk menguantifikasi hal yang lebih detail. “Sampai saat ini kami baru bersepakat bahwa Sesar Lembang aktif, dengan kecepatan laju geser 2-4 milimeter per tahun. Tetapi kami masih perlu tahu, pergeseran ini ke mana? Apakah polanya dextral (bergerak ke kanan) atau sinistral (bergerak ke kiri)? Dan apakah Sesar Lembang merupakan segmen yang kontinu atau terpisah-pisah,” kata Irwan.

Jika Sesar Lembang adalah sesar yang kontinu sepanjang 22-25 kilometer, skenario ke­kuatan gempa maksimum adalah seperti yang diperkirakan selama ini, yaitu antara 6-7 skala Richter. Tetapi, jika Sesar Lembang ternyata sesar yang terputus, seperti yang diyakini oleh Eko Yulianto, skenario gempa maksimum yang dapat terjadi mungkin tidak akan sebesar itu.

“Kami memang menduga Sesar Lembang bukan sesar yang kontinu, setelah melihat citra satelit dan pengamatan di lapangan. Tetapi ini harus dibuktikan betul, agar kesimpulannya dapat dipertanggungjawabkan karena akan berimplikasi terhadap be­berapa hal, misalnya terhadap perkiraan dampak kerusakan, dan perkiraan jumlah korban,” Irwan menjelaskan.

Mengenai periode ulang kegempaan dan ke­cepatan akumulasi energinya, sejauh ini data paling baik yang dimiliki peneliti adalah hasil penelitian Eko Yulianto, yang menyatakan periode ulang kegempaan Sesar Lembang sekitar 500 tahun.

Ahli geologi dari BP Migas, Awang H. Satyana, yang juga anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia dan Geological Society of America, memiliki analisis yang lebih melebar tentang Sesar Lembang. Menurutnya, Sesar Lembang harus dilihat dari aspek sejarah dan kaitannya dengan beberapa patahan lain, juga zona subduksi di Samudra Hindia.

Dilihat dari sejarahnya, kata Awang, Sesar Lembang terbentuk akibat runtuhnya Gunung Sunda, dan karenanya aktivitas vulkanologi harus menjadi pertimbangan dalam penelitian patahan tersebut. Sedangkan pergerakan Sesar Lembang dipengaruhi oleh gerakan lempeng di Samudra Hindia.

“Dengan kondisi ini ada beberapa hal yang harus diantisipasi. Aktivitas Gunung Tangkuban Perahu bisa jadi memengaruhi gerakan Sesar Lembang, dan desakan dari zona subduksi di Samudra Hindia juga harus diantisipasi akan membuat beberapa sesar tersambung, mulai dari Sesar Lembang, Sesar Cimandiri, sampai ke zona subduksi.” Jika sesar-sesar itu tersambung, gaya akibat gesekan di zona subduksi Samudra Hindia dengan mudah merambat ke sesar-sesar tersebut.!break!

Penelitian intensif terhadap Sesar Lembang tidak hanya tentang bagaimana sesar itu ber­gerak dan faktor-faktor yang menyertainya. Para peneliti di LIPI, ITB, dan Badan Geologi juga sedang meneliti dampak yang dapat terjadi terhadap manusia jika Sesar Lembang bergerak dengan kekuatan maksimum. Sayangnya, sampai saat ini belum ada penelitian yang selesai tentang hal tersebut.

“Saat ini saya sedang membimbing seorang mahasiswa S-2 di ITB yang meneliti tentang perkiraan jumlah bangunan yang rusak, jumlah korban manusia, dan economic loss jika terjadi gempa akibat pergeseran Sesar Lembang. Mudah-mudahan cepat selesai, sehingga kita dapat memiliki gambaran tentang apa yang bakal terjadi jika gempa itu benar-benar terjadi,” kata Irwan.

Sampai saat ini belum ada hasil kajian risiko bencana gempa di wilayah Cekungan Bandung dengan skenario gempa besar dari Sesar Lembang. Walaupun sebenarnya pernah ada penelitian tentang kajian risiko bencana kegempaan di Bandung, tetapi dengan skenario gempa yang dihasilkan dari pergerakan lempeng benua di selatan Jawa. “Tetapi, tentu saja skenario yang berbeda akan menghasilkan dampak yang berbeda juga. Kita membutuhkan kajian dengan skenario Sesar Lembang,” Irwan menambahkan.

Pada saat bersamaan, Badan Geologi pun sedang melakukan penelitian untuk mikro­zonasi, guna mengetahui pengaruh gempa dari Sesar Lembang terhadap kawasan Cekungan Bandung dan sekitarnya. Kepala Pusat Survei Geologi di Badan Geologi, Ahmad Djumarma Wirakusumah mengatakan penelitian mikro­zonasi sangat penting dilakukan, untuk me­ngetahui secara detail bagaimana kawasan yang terdiri atas kondisi geologis yang berbeda-beda akan terpengaruh oleh gempa. Dia menjelaskan, sebuah kawasan dipengaruhi oleh kondisi geologi, yaitu batuan dan ketebalan permukaan.