“Di banyak bagian di India saat ini, Maoisme tidak ditopang oleh ideologi, tetapi didorong oleh upeti,” ujar Jairam Ramesh, Menteri India untuk urusan pedesaan, sebelum pemerintah dari partai Kongres Nasional (INC) jatuh ke Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Modi pada pemilu 2014. Ramesh sangat peduli pada simbiosis antara kelompok Naxalite dan industri pertambangan sehingga dia secara terbuka menuntut moratorium atas semua penambangan di wilayah yang paling terpengaruh oleh gerilyawan.
!break!“Di mana ada pertambangan, di situ ada Maoisme, karena di mana ada pertambangan, di situ ada penghasilan lebih besar, dan di mana ada lebih banyak penghasilan, di situ pemerasan meningkat,” tambahnya. “Beberapa tokoh terkenal industri India menjalankan bisnis di daerah Maois dengan membayar kepada mereka. Saya tak ingin menyebut nama, tetapi mereka pebisnis terbesar industri India.”
Saya diizinkan melihat sekilas operasi secara langsung pada suatu hari di bulan Oktober di Jharkhand.Serangkaian komunikasi bersandi menuntun saya bertemu dengan orang tak dikenal di pasar pedesaan. Dia memandu saya ke titik pertemuan dengan komandan Naxalite, alias Kamerad Ranjit, yang selain menjalankan banyak tugas, juga bertugas mengawasi pabrik kokas yang dikendalikan pemberontak.
Pabrik itu ada di lapangan terbuka di samping hutan, beberapa kilometer dari pembangkit listrik tenaga uap Jharkhand di Bokaro.
Operasi kokas berikutnya yang ditunjukkannya kepada saya sepenuhnya dijalankan secara profesional, dan oleh Naxalite. Pabrik itu dibangun tanpa izin dan mengandalkan batu bara lokal yang ditambang secara ilegal oleh warga desa setempat. Naxalite melindungi lokasi itu dan mendapatkan uang.Polisi juga memperoleh bagian keuntungan, kata Kamerad Ranjit.Dia mengklaim bahwa Naxalite membayar seratus ribu rupee (sekitar Rp25 juta) per bulan kepada sejumlah pejabat agar tak mengganggu lokasi.Dia juga menjelaskan sistem suap sederhana yang melibatkan pejabat korup yang mendapatkan sejumlah uang untuk mengeluarkan dokumen yang mengesahkan setiap truk Naxalite yang mengangkut 23 metrik ton kokas. Naxalite memperoleh uang setara dengan Rp12,5 juta per hari dari pungutan operasional.
“Kami bukan musuh perusahaan pertambangan,” kata Kamerad Ranjit sambil tersenyum, bingung melihat kerutan di kening saya. “Tambang bisa menjadi teman kami.”
Kalikan angka Rp12,5 juta per hari dengan ribuan pabrik kokas dan tambang batu bara ilegal di dalam wilayah Naxalite. Selain itu, ada lagi yang dibayarkan perusahaan tambang berskala besar kepada kelompok Maois ini setiap tahun untuk jasa perlindungan—jumlah yang digambarkan secara konservatif oleh Jairam Ramesh bernilai “jutaan dolar.” Jika jumlah itu digabungkan dengan cadangan mineral yang telah ditemukan, maraknya industri global, ketidakpuasan sosial, dan perpecahan dalam masyarakat berkembang yang disebabkan oleh keuntungan batu bara yang didistribusikan secara tidak adil, kelompok Naxalite tak lagi terlihat seperti artefak ideologi. Mereka lebih terlihat seperti gerombolan pemberontak kompleks yang pendanaannya bagus.Mereka lebih terlihat seperti fenomena global di masa sekarang, alih-alih pejuang Maois masa lalu.
Jika hutan memberikan perlindungan, dan kekayaan mineral menghasilkan dana bagi Naxalite, maka pembebasan lahan dan pengusiran warga secara paksalah yang menyediakan anggota baru sekaligus ujung tombak pemerintah terhadap pemberontakan.
Sejak menjadi undang-undang pada 1894, UU Pembebasan Lahan—undang-undang kolonial kuno yang dibuat dengan tujuan memungkinkan pemerintah merebut tanah untuk kepentingan umum—telah menjadi sumber perdebatan sengit di seluruh India. Undang-undang ini menyebabkan terusirnya jutaan orang dari rumah mereka untuk pertambangan dan pembangkit listrik tenaga air, proyek jalan raya, dan kereta api. Pada saat undang-undang itu dirombak pada 2014 untuk menyertakan klausul perbaikan dan rehabilitasi yang sesuai bagi orang-orang yang telah direbut tanahnya, kerusakan sudah telanjur terjadi. Pada tahun-tahun awal sejak kemerdekaan India saja, UU hak ganti rugi ini telah digunakan untuk mengusir sekitar 60 juta orang India, termasuk sekitar 24 juta suku Adivasi dari kampung halaman mereka.
!break!Penderitaan itu khususnya sangat parah bagi suku Adivasi, banyak di antaranya belum memperoleh permukiman yang layak. Mengingat bahwa 90 persen batu bara di India, lebih dari 50 persen cadangan mineral, dan sebagian besar lokasi bendungan pembangkit listrik tenaga air yang paling cocok berada di daerah suku Adivasi, pembebasan lahan telah menjadi inti perdebatan antara memenuhi kebutuhan masyarakat pemburu-pengumpul tradisional dan persyaratan untuk membangun ekonomi industri yang pesat.
Tetapi, kini, bahkan undang-undang baru 2014 pun menemui tantangan. Awalnya dirancang oleh Ramesh dan disahkan oleh pemerintahan INC yang baru saja digantikan, UU ini menghadirkan tolok ukur kompensasi dan pemukiman kembali para pengungsi, bermaksud untuk meredam amarah mereka dan melemahkan pengaruh Naxalite. Namun, di bawah tekanan kepentingan industri dan pertambangan, pemerintah BJP pimpinan Modi sudah merencanakan untuk merevisi UU itu, dan hak tanah tampaknya akan tetap menjadi sumber kemarahan dan sengketa.
!break!