Senandung Jiwa Sungai Kampar

By , Rabu, 3 Februari 2016 | 20:23 WIB

Sungai Kampar mengalir tenang ke hilir kala bono berlalu.  Saya melewatkan kesempatan pertama berjumpa langsung dengan bono di hari itu. 

Hutan sekunder memeriahkan pemandangan bentang alam yang samar tertutup kabut.  Di kejauhan seberang sungai, pohon nipah melambai seiring tiupan angin.  Saya masih ingin berlama-lama, tapi sebentar lagi gelap memeluk alam.

Di Desa Teluk Meranti setidaknya ada tiga tempat penginapan yang bisa disewa.  Tapi Manejer Restorasi Ekosistem Riau (RER), Muhammad Iqbal menyarankan saya menginap di komplek perumahan RER yang tak jauh dari pusat desa.

Berbagi kisah dengan Iqbal mungkin ada hal menarik yang dapat saya lakukan melewati malam.  Apa lagi ada pesta bakar ikan malam itu.  Jadi, untuk apa membuang waktu? Perahu bermesin yang saya tumpangi menerjang hujan di samarnya senja.

Iqbal menceritakan potensi wisata bono yang dapat dikembangkan menjadi wisata dunia.  Tahun 2013, kisahnya, sebuah festival digelar guna mempromosikan bono.  tapi sayang, festival ini hanya berlangsung sekali.

Para peselancar ombak sungai dari berbagai negara turut hadir.  Para pemuda Teluk Meranti juga sudah mulai belajar berselancar.  Sejak itulah usaha penginapan mulai tumbuh.!break!

“Tapi kalau hanya menunggu bono, tentu semenanjung Kampar hanyalah sebuah daratan rawa gambut yang dipadati oleh tutupan hutan dan tanaman industri,” kata Iqbal.

Kini, RER mencoba melihat lebih dari sekedar bono.  Inisiatif ini dimulai dikembangkan untuk melihat keragaman kekayaan hayati dan keunikan bentang alam.

Saya menikmati penelusuran hutan gambut bersama Iqbal pada kesempatan kunjungan saya yang pertama di bulan November.  Aliran sungai-sungai kecil di dalam kawasan menjadi pemandangan alam yang menakjubkan. 

Bertemu dengan masyarakat lokal menjadikan saya sadar bahwa kekayaan ini tak seharusnya hilang lantaran kebakaran hutan.  Karena sesungguhnya kebakaran bisa dikelola dengan menjaga muka air tetap berada pada ambang yang memungkinkan untuk mencegah api.

“Konsekuensinya, pertumbuhan tanaman industri akan melambat.  Tapi dalam jangka panjang justru itu lebih menguntungkan ketimbang habis dilalap api,” kata Iqbal.

Akasia muda melambai tersapu angin.  Kenyataan yang tak dapat dihindari dari konsep pengelolaan bentang alam yang diserahkan pada kebutuhan pasar kayu.  Tapi Sungai Kampar justru  tak sebatas itu.  Saya berkesempatan menikmati suara walet dari rumah-rumah yang sengaja disiapkan bagi jenis ini.