Hanya saja, Eri Midranaya mengingat, pada prinsipnya, dalam imbal jasa, Balai Besar KSDA Jawa Barat tidak bisa menerima benefit langsung. “Tidak boleh, dan cara pandangnya tidak mencari dana.”
Jadi, papar Eri, yang diharapkan adalah kontribusi dari pemanfaat yang menyadari bahwa pasokan jasa lingkungan berasal dari kawasan konservasi. “Lantas, pemanfaat memberikan kontribusi itu kepada masyarakat di hulu. Nah, masyarakat hulu diharapkan dapat sejahtera.Yang terpenting sebenarnya ada nilai bantu dari masyarakat hilir.”
Pendek kata: imbalan darimasyarakat hilirbakal diterimamasyarakat hulu, yang lantas digunakan untuk pengembangan ekonomi dan pelestarian kawasan konservasi. “Sederhana saja, kita hanya berharap tiga kontribusi dari masyarakat hulu: melestarikan keanekaragaman hayati, mengamankan kawasan, menjaga mata air dan sungai. Yang dibutuhkan pemerintah adalah kontribusi aksi, karena kita tidak bisa menerima uang,” papar Eri.Dengan demikian, bila ada kontribusi dari masyarakat hilir, yang pantas menerima adalah komunitas di hulu.
Dan, yang diterima masyarakat hulu bukan uang receh. Ketika imbal jasa berjalan, papar Eri, danaakan masuk ke masyarakat hulu dan dibagi merata. “Uangnya tidak berbentuk receh, namun berbentuk penanaman kayu keras yang bisa dipanen. Itu hanya satu contoh, bentuknya bisa macam-macam asal ramah lingkungan dan berkelanjutan,” urai Eri.
Kini, saatnya membangun mekanisme mengalirkan imbalan dari masyarakat hilir ke hulu. Komponen 3 menyusun nota kesepakatanimbal jasa lingkungan untuk pembiayaan konservasi yang berkelanjutan. Skema ini dilatar-belakangiterbatasnya dana konservasi, sementara laju deforestasi dan degradasi lahan berlangsung cepat.
Nota kesepakatan ini menautkan antara pemanfaat dengan penyedia jasa lingkungan air di daerah penyangga kawasan konservasi di hulu DAS Citarum. Dengan begitu, mekanisme ini mensyaratkan adanya kesepakatan antara penyedia jasa lingkungan dan pemanfaatnya.
Pengembangan imbal jasa lingkungan difokuskan di Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi dan daerah penyangganya. Komunikasi juga dilakukan untuk membangun jaringan kerja dengan instansi Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Sumedang, khususnya yang terkait dengan imbal jasa lingkungan.Penerapan nota kesepakatan imbal jasa ini tidak akan terlepas dari Balai Besar KSDA Jawa Barat sebagaipengelola kawasan.
Desa-desa yang menjadi penyedia jasa lingkungan di sub-DAS Citarik, adalah Sindulang, Kecamatan Cimanggung, Sumedang, dan Tanjungwangi, Kecamatan Cicalengka, Bandung. Dua desa ini masih memiliki lahan pertanian yang lumayan luas. Namun, pemanfaatan lahannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi. Akibatnya, lapisan tanah subur tergerus aliran air.Di dua desa ini sudah ada tapak kinerja atau lokasi untuk mewujudkan komitmen penyedia dalam mekanisme imbal jasa lingkungan air.
Sementara itu,pemanfaat jasa adalah warga Cihanjuang dan Sindang Pakuon. Dua desa ini menyadari air yang mereka manfaatkan dipengaruhi tata guna lahan di bagian hulu. Atas dasar pemahaman tersebut, dua desa pemanfaat ini berkomitmen menganggarkan dana konservasi air dengan melestarikan kawasan Masigit Kareumbi.
Setelah ada penyedia jasa lingkungan dan pemanfaatnya, dalam nota kesepakatan dituangkan kesediaan kedua pihak. Jadi, dalam nota kesepakatan imbal jasa lingkungan harus tertuangadanya pemanfaat, penyedia jasa lingkungan, dan tapak kinerja (lahan milik anggota kelompok penyedia jasa). Untuk itu, sebelum penulisan rancangan nota kesepakatan, perlu klarifikasi terhadap kondisi lapangan, lembaga penyedia, dan lembaga pemanfaat.
Sebagai bentuk komitmen kedua pihak, dirancang nota kesepakatan sebagai wujud solidaritas lingkungan. Tujuannya untukmerehabilitasi lahan pertanian melalui wanatanidi desapenyangga kawasan konservasi; pelestarian mata air; perbaikan kondisi ekonomi, sosial dan kelembagaan masyarakat di daerah penyangga, dan pelestarian kawasan Masigit Kareumbi.
Masing-masing kepala desa Cihanjuang dan Sindang Pakuon, mengamanatkan untuk menganggarkan 2 persen dan 7 persen dari keuntungan untuk konservasi tanah dan air.
Sementara itu, penyedia jasa bersedia menyusun rancangan teknis rehabilitasi lahan milik masyarakat; merehabilitasi lahan; merumuskan dan menyepakati aturan main kelompok; pelestarian mata air; perbaikan kondisi ekonomi, sosial dan kelembagaan masyarakat.
Satu hal yang unik dan menjadi salah satu ciri menonjol dari imbal jasa lingkungan air adalah tapak kinerja. Artinya, imbalan dari pemanfaat hanya akan diberikan setelah penyedia memenuhi komitmennya di tapak kinerja yang disepakati.Tapak kinerja jasa lingkungan dalam nota kesepakatan ini adalah kelestarian Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi dan lahan pertanian milik warga yang tinggal di hulu Sungai Citarik.
Akhirnya, pada 14 Agustus 2015, bertempat di kantor Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sumedang, Ketua BPAB Mitra Sejahtera Desa Sindangpakuon, Supendi, dan Ketua kelompok MDK Sindulang, Hendra Purnama, menandatangani nota kesepakatan pemanfaat dan penyedia jasa lingkungan air.
Penandatangan nota kesepakatan juga dilakukan antara pemanfaat Pamdes Maju Makmur dari Desa Cihanjuang, yang diwakili ketuanya, Tarmidi, dan penyedia yang diwakili Ketua Kelompok Lestari, Cimanggung, Aon Sumantri. Lantas, disusul oleh Ketua KSMTirta Pakuon, Ogi Diana Yusup, meneken nota kesepakatan dengan Asep Saepudin sebagai Ketua Kelompok MDK Tanjung Wangi.