Penyajian
Dalam penyajiannya, Fadly memaparkan dalam Rijsttafel Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870-1942, hidangan ini ada beberapa gaya. Gaya pertama adalah pola meja bundar yang juga digunakan oleh elit pribumi yang mengalami pembaratan. Meja bundar biasanya terdiri dari enam kursi yang tersedia dua piring besar, beberapa mangkuk, dan piring-piring kecil.
"Awalnya penikmat hidangan dipersilakan mengambil nasi berikut lauk-pauk, lalu menaruhnya di piring besar yang ada di hadapan mereka," tulis Fadly.
"Apabila sudah sangat penuh, hidangan lain dirempatkan di piring besar kedua yang berada di sebelah piring utama. Kemudian, ada beberapa sayur kuah yang ditempatkan dalam mangkuk, sementara bermacam-macam sambal ditempatkan dalam piring-piring kecil."
Baca Juga: Budaya Indis, Pupusnya Jejak Akulturasi Budaya Eropa dan Nusantara
Gaya kedua adalah model klasik yang sering dipakai dan mengalami perkembangan: model meja panjang. Model ini bisa diisi banyak orang, dan sering dipakai dalam acara pertemuan, atau menerima tamu kehormatan.
Melalui gaya ini, makanan disajikan secara prasmanan atau mengambil sendiri, yang digunakan oleh orang Belanda dan pribumi. Mengenai istilah 'prasmanan', Fadly mengatakan "istilah itu diserap dari bahasa Belanda, fransman yang artinya orang Prancis. Penyajian seperti ini diadopsi oleh gaya orang Prancis ketika menyantap hidangan."
"Akan tetapi, bagaimanapun, etika dan tata penyajian gaya Barat tetapi menjadi keutamaan dalam aspek penyajian ini," tulisnya mengenai kecondongan perkembangan prasmanan.