Membaca Pikiran Pasien dalam Keadaan Koma

By , Kamis, 14 Mei 2015 | 13:30 WIB

Jumlah pasien yang mengalami gangguan kesadaran meningkat besar dalam dasawarsa terakhir ini, ironisnya karena dokter sudah makin pandai menyelamatkan pasien yang mengalami luka-luka berat. 

United States Navy

!break!

Dewasa ini, mereka yang mengalami benak yang terperangkap, rusak dan menurun dayanya, menjadi penghuni banyak klinik dan rumah pengasuhan di seluruh dunia. 

Di Eropa saja jumlah kasus koma diperkirakan mencapai 230.000 per tahun, dan 30.000 dari angka itu akan tetap hidup merana dalam keadaan vegetatif permanen.Mereka menjadi artefak paling tragis dan mahal dari perawatan intensif modern. Owen sangat paham tentang hal ini.

Pada tahun 1997, seorang teman dekatnya berangkat kerja seperti biasa naik sepeda. Anne (bukan nama sebenarnya) memiliki satu titik lemah di pembuluh darah di kepalanya, yang dikenal juga sebagai aneurisma otak. Baru lima menit mengayuh sepeda, aneurismanya pecah dan ia menabrak pohon. 

Ia tidak pernah sadar lagi. 

Tragedi ini membuat Owen terbungkam, namun kecelakaan yang dialami Anne ini membentuk sisa hidupnya. 

Ia mulai bertanya-tanya apakah ada cara untuk menentukan mana dari pasiennya yang berada dalam keadaan koma dan tak sadar, mana yang tidak sadar dan mana yang di tengah-tengah? 

Tahun itu, dia pindah ke Unit Kognisi dan Otak di Dewan Riset Medis di Cambridge, tempat para peneliti menggunakan berbagai macam teknik pemindaian. 

Salah satu tekniknya, yaitu positron emission tomography (PET), menyoroti berbagai macam proses metabolisme di otak, seperti penggunaan oksigen dan gula. 

Teknik lainnya, yang dikenal sebagai functional magnetic resonance imaging (FMRI), dapat mengungkapkan pusat-pusat yang aktif di otak dengan mendeteksi hentakan kecil dalam aliran darah yang terjadi ketika pikiran menderu.