Kerajaan ini dilemahkan oleh perang yang sering dan mahal dengan Ptolemaios. Selain itu, mereka juga tidak dapat menahan pemberontakan internal yang berkembang di bagian timur kekaisaran mereka yang luas.
“Semakin melemah, pasukan Seleukia tidak dapat mencegah munculnya Parthia pada pertengahan abad ketiga Sebelum Masehi,” kata Bileta.
Ekspansi Parthia tidak dapat dihentikan sehingga Seleukia kehilangan sebagian besar wilayah mereka dalam beberapa dekade berikutnya.
Kekaisaran Seleukia direduksi menjadi negara bagian di Suriah hingga ditaklukkan oleh jenderal Romawi Pompeius Agung pada 63 Sebelum Masehi.
Kerajaan Ptolemaik, kerajaan Helenistik di Mesir Kuno
Setelah kematian mendadak Aleksander Agung, jenderalnya Perdiccas mengatur agar jenazahnya dipindahkan ke Makedonia. Namun jenderal Aleksander lainnya, Ptolemaios, menyerbu karavan dan mencuri jenazahnya.
Jenazah Aleksander Agung dibawa ke Mesir. Ptolemaios membangun sebuah makam besar di Alexandria-ad-Aegyptum. Ia pun menggunakan jenazah Aleksander untuk melegitimasi dinastinya sendiri.
Aleksandria menjadi ibu kota Kerajaan Ptolemaik, dengan Ptolemaios I Soter menjadi penguasa pertama dinasti itu. Berkuasa selama hampir tiga abad, Dinasti Ptolemaik adalah dinasti terpanjang dan terakhir dalam sejarah Mesir kuno.
Diawali oleh Ptolemaios tahun 305 Sebelum Masehi, dinasti ini berakhir bersamaan dengan kematian Cleopatra pada tahun 30 Sebelum Masehi.
Seperti raja Helenistik lainnya, Ptolemaios dan penerusnya adalah orang Yunani. Namun, untuk melegitimasi kekuasaan dan mendapatkan pengakuan dari penduduk asli Mesir, Ptolemaios mengambil gelar Firaun.
“Para penguasa dinasti itu menggambarkan diri mereka di monumen dengan gaya dan pakaian tradisional,” ungkap Bileta.
Para Firaun Ptolemaik turut berpartisipasi dalam kehidupan keagamaan di Mesir kuno. Kuil-kuil baru dibangun, yang lebih tua dipugar, dan perlindungan kerajaan dicurahkan untuk imamat.