Meski demikian, dinasti mempertahankan karakter dan tradisi Helenistiknya. Selain Cleopatra, penguasa Ptolemaik tidak menggunakan bahasa Mesir. Birokrasi kerajaan dikelola oleh orang Yunani.
Penduduk asli Mesir tetap bertanggung jawab atas institusi lokal dan keagamaan. Mereka secara bertahap memasuki jajaran birokrasi kerajaan asalkan mengikuti budaya Helenistik.
Mesir Ptolemaik adalah kerajaan penerus Aleksander yang paling kaya dan paling kuat. Kerajaan ini juga menjadi contoh terbaik di dunia Helenistik.
Pada pertengahan abad ketiga Sebelum Masehi, Aleksandria menjadi salah satu kota kuno terkemuka. Kota ini menjadi pusat perdagangan dan pusat kekuatan intelektual.
Namun, perjuangan internal dan serangkaian perang asing melemahkan kerajaan, terutama konflik dengan Seleukia. Hal ini mengakibatkan ketergantungan dinasti pada kekuatan Romawi yang baru muncul.
Di bawah Cleopatra, yang berusaha mengembalikan kejayaan lama, Mesir Ptolemaik terjerat dalam perang saudara Romawi. Upaya Cleopatra berakhir dengan kejatuhan dinasti dan aneksasi Romawi atas kerajaan Helenistik.
Kerajaan Antigonidai
Di antara tiga dinasti Helenistik, Antigonidai adalah orang-orang yang memerintah kerajaan yang didominasi Yunani, dengan pusatnya di Makedonia—tanah air Aleksander Agung.
Kerajaan ini merupakan dinasti yang didirikan dua kali. Pendiri pertama kerajaan Helenistik ini, Antigonus I Monophthalmos (“Si Bermata Satu”), awalnya memerintah Asia Kecil.
Namun, upayanya untuk menguasai seluruh kekaisaran berakhir dengan kematiannya di Pertempuran Ipsus tahun 301 Sebelum Masehi. Dinasti Antigonidai selamat tetapi pindah ke barat ke Makedonia dan daratan Yunani.
Berbeda dengan dua kerajaan Helenistik lainnya, Antigonidai tidak harus berimprovisasi dengan mencoba memasukkan orang dan budaya asing.
Subjek mereka sebagian besar adalah orang Yunani, Thracia, Illyria, dan orang-orang dari suku utara lainnya. Meski populasi cukup homogen, mereka masih menemui sejumlah masalah.