Nationalgeographic.co.id—Bagi sebagian besar dunia barat, Tiongkok selalu menjadi misteri. Di era Kekaisaran Tiongkok, mata pencaharian mayoritas penduduk adalah Bertani. Mereka tinggal di komunitas kecil dan bekerja di lahan keluarga. Kehidupan di masa itu keras, bahkan pendidikan hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang saja. Seperti apa kehidupan di era Kekaisaran Tiongkok?
Ajaran Konfusius mendominasi masyarakat Tionghoa
Filsuf Cina Konfusius menetapkan ajaran yang menjadi dasar masyarakat di Tiongkok. “Ini termasuk struktur keluarga dan peran masing-masing anggotanya,” tulis Lary Holzwarth di laman History Collection.
Konfusius menekankan moralitas individu dan otoritas, yang dimulai sejak masa kanak-kanak. Anak harus tunduk kepada orang tua, khususnya ayah. Konsep berbakti diarahkan kepada laki-laki tertua dalam sebuah rumah tangga, yang merupakan otoritas tertinggi. Jika sang ayah tidak ada, putra sulung memainkan peran utama.
Hal ini secara alami membuat peran wanita tunduk, ibu dituntut untuk menuruti keinginan anak laki-laki mereka, haruskah laki-laki tertua mendukung mereka, dan anak perempuan tidak lebih dari harta benda.
Peran laki-laki untuk memerintah diperluas hingga kepala dinasti yang berkuasa. “Penghormatan terhadap otoritas laki-laki adalah landasan di mana hukum dan kebiasaan orang Tionghoa dibangun,” tambah Holzwarth.
Pedagang berada di bagian terbawah dari kelas sosial
Di Tiongkok kuno dan awal dinasti, kelas sosial didefinisikan dengan jelas. Meski petani melakukan pekerjaan kasar, mereka cukup dipandang. Pasalnya, petani menghasilkan produk yang dibutuhkan.
Lain halnya dengan kelas pedagang yang menempati bagian bawah piramida masyarakat. Pedagang tidak menghasilkan apa-apa dan hanya bertindak sebagai perantara untuk mendapatkan keuntungan.
Karena pekerjaan sebagian besar bersifat turun-temurun, anak pedagang kemungkinan besar akan ditakdirkan untuk hidup di kelas bawah. Kecuali ia cukup beruntung untuk mendapatkan posisi pegawai negeri.
Karena status sosial mereka yang rendah, para pedagang tidak diperbolehkan naik kereta dan tidak diperbolehkan memakai sutra.
Anggota kelas pedagang tidak diperbolehkan menikah di luar kelas mereka. Namun putri pedagang bisa menjadi selir dari kelas atas.