Kehidupan di Era Kekaisaran Tiongkok, Samakah dengan Zaman Modern?

By Sysilia Tanhati, Kamis, 16 Februari 2023 | 15:00 WIB
Bagi sebagian besar dunia barat, Tiongkok selalu menjadi misteri. Seperti apa kehidupan di era Kekaisaran Tiongkok? (Thomas Allom)

Semua konstruksi dilakukan dengan kerja paksa, beberapa oleh tawanan budak dan tawanan perang. Salah satu contoh yang terkenal adalah Tembok Besar Tiongkok. (JLB1988)

Sisanya adalah wajib militer dari kelas bawah. Petani, sebagai kelas terbesar masyarakat Tionghoa, adalah yang paling sering wajib militer untuk kerja paksa. Mereka dibayar dengan koin atau ransum makanan.

Pekerjaan di semua proyek berlangsung lama dan sulit dan seringkali berbahaya bagi para pekerja. Bekerja di proyek pemerintah seringkali merupakan hukuman mati pasalnya pekerja mendapatkan makanan yang buruk dan kondisi kerja berbahaya. Tidak hanya itu, pekerja juga mendapatkan pelecehan melalui pemukulan yang memakan korban.

Tingkat kematian anak perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki

Dalam semua kebudayaan kuno, peluang untuk bertahan hidup hingga masa dewasa sangat sulit. Penyakit seperti campak, gondongan, cacar, demam berdarah, tifus, atau korela merenggut nyawa anak-anak. Flu adalah penyebab umum kematian, begitu pula infeksi dari luka yang tidak dirawat dengan baik.

“Gizi buruk, yang selalu menjadi momok bagi orang miskin, menyebabkan kesehatan yang buruk dan kematian dini,” Holzwarth menambahkan. Nilai anak perempuan dalam kebudayaan Tionghoa juga berkontribusi pada tingginya tingkat kematian anak perempuan.  

Karena anak perempuan dianggap kurang berharga dan sering dianggap beban, mereka dapat dibuang dengan cara dibunuh. “Di masa itu, bayi perempuan bisa ditenggelamkan setelah lahir,” kata Holzwarth. Praktik itu diterima dan dimaafkan dalam masyarakat di semua tingkatan.

Seringkali bayi perempuan ditinggalkan begitu saja di tempat terpencil di luar desa atau komunitas tempat ia baru saja dilahirkan.

Merananya kehidupan budak

Perbudakan adalah praktik yang tersebar luas di Tiongkok. Anak-anak yang tidak diinginkan biasanya dijual ke keluarga kaya sebagai budak.

Laki-laki yang dijual sebagai budak dapat dijadikan kasim. Beberapa budak adalah tawanan musuh atau tawanan perang. Para budak bekerja baik di ladang di bawah tangan tuan maupun di rumah dan bisnis orang kaya.

Ketika berada di sebuah rumah, budak dikenakan disiplin yang keras. Mereka bisa mendapatkan eksekusi singkat untuk pelanggaran seperti memasuki ruangan tanpa izin atau tidak menjawab panggilan dengan cepat.

Baca Juga: Lima Kaisar Tiongkok Terburuk yang Mengakhiri Kejayaan Dinasti

Baca Juga: Kisah Kaisar Tiongkok Fu Sheng, Tiran Bermata Satu nan Kejam

Baca Juga: Yuan, Kaisar Tiongkok Buat Kerajaannya Hancur Akibat Terlalu Baik

Baca Juga: Sejarah Panjang Tembok Besar Tiongkok, Siapa Kaisar yang Membangunnya? 

Budak tidak memiliki hak, tidak ada perlindungan hukum, dan tidak ada status sosial. Di sisi lain, jumlah budak yang dimiliki seseorang menunjukkan status sosialnya.

Selama sejarah Tiongkok kuno yang paling awal tercatat, para budak mengikuti majikan mereka ke alam baka. Di sana mereka dipercaya untuk melanjutkan pelayanannya. Mengikuti upacara pemakaman tuannya, para budaknya dikubur hidup-hidup, begitu pula para selirnya.

Selama dinasti Tiongkok, misalnya Dinasti Ming, ada upaya untuk mengontrol dan membatasi perbudakan. Namun perbudakan masih terus dipraktikkan di Cina dengan relatif terbuka hingga Perang Dunia Kedua. Bahkan ada laporan tentang perbudakan yang dipraktikkan di pasar gelap pada akhir abad ke-20.

Itulah sebagian gambaran kehidupan masyarakat Tionghoa di zaman Kekaisaran Tiongkok.