Kehidupan di Era Kekaisaran Tiongkok, Samakah dengan Zaman Modern?

By Sysilia Tanhati, Kamis, 16 Februari 2023 | 15:00 WIB
Bagi sebagian besar dunia barat, Tiongkok selalu menjadi misteri. Seperti apa kehidupan di era Kekaisaran Tiongkok? (Thomas Allom)

Munculnya neo-Konfusianisme selama dinasti Song membatasi hak perempuan

Sejak permulaan Dinasti Song (960 – 1269 M) hak-hak perempuan dalam masyarakat Tionghoa semakin dibatasi.

Kesucian menjadi kebajikan yang dikhotbahkan oleh para filsuf laki-laki terhadap perempuan. Di masa ini, adalah hal yang tabu bagi seorang janda untuk menikah lagi. Ia harus setia kepada mendiang suaminya. Diyakini bahwa seorang janda miskin lebih baik mati dalam kemiskinan daripada menikah lagi dan mengkhianati mendiang suaminya.

Juga tabu bagi perempuan untuk membicarakan laki-laki atau urusan laki-laki setiap kali mereka berada di luar rumah.

Filsuf terkemuka dinasti mengembangkan keyakinan bahwa wanita lebih rendah dari pria dalam segala hal. Perempuan menjadi bagian dalam (yin) dan laki-laki menjadi bagian luar (yang). Berdasarkan keyakinan ini, perempuan harus selalu berada di dalam rumah, tidak keluar kecuali dengan ayah atau suami.

Perempuan setelah menikah

Kebanyakan pernikahan diatur oleh orang tua. Orang tua menyewa mak comblang profesional untuk membuat pengaturan yang sesuai.

Anak perempuan dianggap sudah cukup umur untuk dinikahi ketika mereka berusia awal hingga pertengahan remaja. Sementara laki-laki muda biasanya dua kali lebih tua dari calon pengantin mereka.

Istri yang baru menikah tinggal di rumah sang suami, di mana orang tua suaminya juga tinggal. Ia harus tunduk kepada suami dan orang tuanya. Intinya hubungannya dengan orang tuanya sendiri sudah berakhir.

Istri yang baru menikah tinggal di rumah sang suami, di mana orang tua suaminya juga tinggal. Ia harus tunduk kepada suami dan orang tuanya. Intinya hubungannya dengan orang tuanya sendiri sudah berakhir. (Immanuel Giel)

Dalam masyarakat Tiongkok yang miskin, kesetiaan dalam perkawinan dianggap penting. Di kalangan kaya, suami yang tidak setia masih bisa ditoleransi bahkan seringkali ia diharapkan untuk tidak setia.

Wanita yang menikah dan anak-anaknya dianggap sebagai properti, dimiliki oleh suami dan ayah. Sejak hari pernikahannya dan seterusnya, perannya adalah melayani suaminya dan membesarkan anak-anak. Selain itu, yang terpenting adalah menunjukkan rasa hormatnya kepada pria senior di rumah tempat dia tinggal.