Nationalgeographic.co.id—Sebagai seorang kaisar Tiongkok, Zhenzong dari Dinasti Song (968-1022) dikenal sebagai pemimpin yang berbakat. Ia berhasil membawa kedamaian dan kemakmuran selama masa pemerintahannya. Meski begitu, beberapa kebijakannya dikritik dan dianggap janggal karena memperjualbelikan perdamaian. Ia juga dikenal sebagai kaisar yang memuliakan dirinya dengan cara mistis.
Zhao Heng tumbuh menjadi putra mahkota yang berbakat
Zhao Heng adalah seorang putra mahkota anggun yang pandai puisi dan kaligrafi.
Ketika dia masih muda, permainan favoritnya adalah berpura-pura menjadi seorang komandan. Saat itu, ia berpura-pura memimpin pasukannya untuk berperang. Meski hanya permainan, sang ayah mengapresiasinya.
Sebagai putra ketiga ayahnya, ia dicalonkan sebagai putra mahkota setelah kedua kakak laki-lakinya meninggal.
Namun saat ayahnya meninggal, ibu suri bersekutu dengan kasim yang kuat dan memulai kudeta. Mereka mencoba mendukung pangeran lain, yang lebih mudah dimanipulasi, sebagai kaisar baru.
Untungnya, perdana menteri mengetahui dan mengalahkan mereka, mendukung Zhao Heng naik takhta. Ia dikenal sebagai Kaisar Zhenzong dari Dinasti Song. Setelah itu, Kaisar Zhenzong mulai memerintah Kekaisaran Tiongkok. Ia menunjukkan bahwa ia mampu menjadi seorang kaisar yang cakap.
Zhenzong membangun sistem yang komprehensif dan efisien untuk mengelola pejabat. Ia mengukur serta memeriksa kinerja politik mereka. Banyak orang berbakat dipilih melalui Ujian Kekaisaran. Ia pun sangat anti pada korupsi. Kebijakan penghargaan dan hukumannya yang diterapkannya secara signifikan berkontribusi pada pengembangan budaya, ekonomi, dan pertanian di masa itu.
Bisa dikatakan bahwa di bawah kepemimpinannya, Kekaisaran Tiongkok makin berkembang.
Kaisar Zhenzong turun ke medan pertempuran
Meski rakyatnya hidup Makmur, kekaisaran menghadapi ancaman dari musuh. Seperti ancaman militer dari Dinasti Liao di perbatasan Utara yang tidak pernah berhenti.
Dinasti Liao (907 — 1125), wilayah nomaden yang kuat di utara, berperang melawan Song selama beberapa dekade.
Beberapa tahun setelah penobatan Zhenzong, ibu suri dan kaisar Dinasti Liao memimpin 200.000 tentara untuk menyerang Song.
Beberapa pejabat Song menyarankan agar Zhenzong pergi ke kota lain yang lebih aman di selatan. Namun perdana menteri, Kou Zhun, mengancam bahwa setiap orang yang ingin menyerah harus dieksekusi. Kou juga menyarankan agar kaisar menjadi panglima tertinggi dan turun ke medan perang. Menurutnya, kehadiran kaisar dapat menyemangati tentara Song dan melindungi kekaisaran.
Meski gemar bermain perang-perangan di masa kecilnya, kaisar tidak ingin terlibat dalam perang nyata yang penuh darah dan mayat. Kemudian Kou Zhun terus mengancam dan mendorongnya, hingga akhirnya Kaisar Zhenzong setuju untuk bergabung dalam perang.
Kaisar pun mencalonkan putra mahkotanya untuk memerintah kekaisaran saat ia di medan perang.
Di medan perang, Zhenzong memberikan beberapa pidato yang menginspirasi para prajuritnya. Seperti yang diharapkan, tentara Song sangat terdorong dan bertempur lebih berani.
Pada saat yang sama, Kou Zhun, seorang politisi jenius dan militeris, memimpin pasukan dengan sangat baik. Dinasti Song pun terus menang melawan Dinasti Liao.
Perjanjian Chanyuan yang dikritik dalam sejarah Tiongkok
Kemudian, Liao mengirim beberapa utusan, mencoba untuk mencapai perdamaian. Kaisar Zhenzong dari Song senang dan langsung menyetujuinya.
Setelah negosiasi, Song dan Liao menandatangani Perjanjian Chanyuan. Perjanjian itu mencakup Liao yang menghormati Song sebagai kakak. Liao mendirikan pasar perdagangan di perbatasan dan Song memberikan upeti tahunan kepada Liao.
Perilaku ini sering dikritik dalam sejarah Tiongkok karena lemah dan menggunakan uang sebagai imbalan perdamaian. Terlebih lagi, Song menandatangai perjanjian saat dalam kondisi menang. Di masa lalu, kerajaan yang menang atau lebih kuat membuat musuh patuh dan membayar upeti atau berperang.
Di sisi lain, beberapa orang mendukung dan memuji perilaku ini karena membuat orang hidup damai dan menciptakan komunikasi positif di antara rezim yang berbeda.
Selain itu, upeti Song kepada Liao setiap tahun jauh lebih sedikit daripada yang dikeluarkan jika terus berperang. Song juga mendapatkan lebih banyak pemasukan dari pasar perdagangan di perbatasan.
Bagaimanapun, konsekuensinya terbukti saat itu. Ini termasuk perdamaian selama beberapa dekade dan perkembangan di bidang pertanian, ekonomi, dan perdagangan.
Namun, kemampuan tempur pasukan Song juga menurun. Hingga akhir Dinasti Song, rezim pengembara yang agresif selalu ada, namun pejabat dan jenderal brilian pun menghilang.
"Dalam Perjanjian Chanyuan, Song menyetujui hilangnya wilayah utara secara permanen antara Tiongkok dan Tembok Besar," ungkap James T.C. Liu di laman Britannica.
Mengejar martabat dan kehormatan dengan cara mistis
Setelah Perjanjian Chanyuan, Kaisar Zhenzong menerima banyak kritik. Meski tidak senang, ia tidak melakukan apa-apa untuk menghentikan kritik-kritik yang berdatangan.
Seseorang kemudian menyarankan untuk mengadakan upacara Feng Shan yang megah. Ini adalah upacara pemujaan yang paling terhormat dan termegah dalam budaya Tionghoa.
Tujuan dari upacara ini untuk memberi tahu surga tentang pencapaian luar biasa kaisar. Ukuran pencapaian itu antara lain kerajaan yang bersatu, ekonomi yang Makmur serta masyarakat yang damai.
Sepanjang sejarah, hanya beberapa kaisar dengan prestasi luar biasa yang melakukan upacara Feng Shan di Gunung Tai. Mereka adalah Kaisar Qin Shi Huang, Kaisar Wu dari Han, Kaisar Guangwu dari Han, Kaisar Gaozong dari Tang, dan Kaisar Xuanzong dari Tang.
Baca Juga: Xiaozong, Kaisar Tiongkok Ambisius yang Dikendalikan Ayah Angkatnya
Baca Juga: Cara Nyeleneh para Harem Kekaisaran Tiongkok Menurunkan Berat Badan
Baca Juga: Kisah Kekejaman Kaisar Tiongkok Taizu yang Menghancurkan Dinasti Tang
Baca Juga: Alasan Kaisar Tiongkok Xianzong Tidak Punya Ratu, tapi Haremnya Banyak
Kaisar Zhenzong sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk mengadakan upacara akbar ini. Oleh karena itu, Zhao Heng ia mulai “memuliakan dirinya” dengan beberapa cara seperti meminta orang untuk melihat pertanda. Sang kaisar juga mengungkapkan bahwa ia mendapatkan mimpi dari dewa. Dalam mimpi itu, dewa memintanya melakukan sesuatu untuk menyembah surga.
Kemudian Kaisar Zhenzong, setelah mendapatkan sebagian besar persetujuan pejabatnya, akhirnya mengadakan upacara Feng Shan di Gunung Tai. Ia juga merupakan kaisar terakhir yang mengadakan upacara ini dalam sejarah Tiongkok.
Setelah Zhenzong, beberapa kaisar ulung memenuhi syarat untuk mengadakan Feng Shan, tetapi tidak ada yang melakukannya lagi. Mereka percaya bahwa
Alasan penting adalah banyak dari kaisar berikut percaya Zhenzong tidak memenuhi syarat untuk mengadakan upacara sakral itu. Tindakannya yang memaksa itu akhirnya membuat upacara Feng Shan kehilangan kesakralannya
Setelah itu, Zhao Heng menyelenggarakan acara ibadah lainnya bertahun-tahun kemudian, yang menghabiskan banyak uang. Reformasi ini memperkuat legitimasi kaisar di mata rakyat.
"Menjelang akhir masa pemerintahannya, Zhenzong menjadi kacau dan permaisuri mengambil alih kekuasaan," tutur Liu.
Bermula dari pangeran berbakat dan kaisar cakap, Zhenzong berakhir menjadi kaisar yang gila kemuliaan. Semua karena ketidakmampuannya menerima kritik dari sebagian pejabatnya.