Kehidupan di Balik Borobudur: Menjelmakan Warisan Seribu Warsa

By National Geographic Indonesia, Jumat, 17 Maret 2023 | 17:00 WIB
Lukisan bertajuk 'Kehidupan di Borobudur pada abad ke-9' karya Walter Spies. (Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia)

Kawasan Borobudur, juga memiliki banyak sanggar-sanggar yang aktif mengembangkan seni tradisi maupun seni kontemporer. Kami sempat berkunjung ke Avadana Dance Studio di Ngentak Wanurejo serta Borobudur Art Centre di Kapling Pemukti Timur Jligudan Borobudur. Kedua sanggar ini, selain melestarikan tari-tari klasik, juga mengembangkan gerakan-gerakan yang diadaptasi dari relief Candi Borobudur.

Avadana Dance Studio, yang digawangi oleh Lisa dan Ganang, sedang bekerja sama dengan Balai Konservasi Studio untuk mengembangkan sendratari yang mengadaptasi relief Candi Borobudur seperti kisah Jataka, ke dalam beberapa gerakan. Mereka juga mengadaptasi beberapa alat musik yang tampil pada relief, alat-alat musik yang diduga terbuat dari gerabah.

Sementara itu Borobudur Art Centre digawangi oleh Cholil Jumali, seniman sekaligus pensiunan pegawai negeri. Bersama komunitasnya beliau sempat menggawangi Sendratari Mahakarya Borobudur.

Kidung Tribangga, Bedaya Barabudur adalah beberapa karya yang sedang dikembangkan oleh sanggar-sanggar ini. Setiap akhir pekan, sanggar-sanggar ini berlatih dan membuka diri untuk didatangi wisatawan sebagai salah satu bagian travel pattern yang dikembangkan agen wisata di Borobudur. Kita bisa menonton sekaligus belajar di sanggar-sanggar seperti ini.

Kami juga sempat mampir ke rumah Sahari, di Bogowanti Borobudur. Pria setengah baya ini pejuang kebudayaan yang unik atas kecintaannya pada wayang kulit klasik sejak kecil.

Awalnya ia membuat wayang dari kardus dan menggunakan kaset sebagai iringan saat mendalang. Orang menyebutnya sebagai pentas Wayang Karaoke.

Dari beberapa pentas wayang karaokenya, serta dari hasil kerja serabutan lain sebagai pekerja lepas atau menarik becak dikumpulkan sedikit demi sedikit untuk membeli wayang dan gamelan.

Saat ini, ia telah memiliki dua set gamelan serta ratusan wayang kulit, beberapa ia bikin sendiri. Profilnya sempat ditampilkan di media nasional beberapa bulan lalu.

Kawasan Borobudur memiliki kekayaan tanaman bambu yang melimpah dari berbagai jenisnya. Beberapa masyarakat menggunakan bambu sebagai bahan baku aneka asesoris untuk pasar wisata Borobudur. Sanggar-sanggar kerajinan juga tumbuh menawarkan wisata edukasi bambu terutama untuk anak-anak sekolah dan keluarga.

 

Relief Candi Borobudur yang menggambarkan tentang sebuah pertunjukan seni tari, lengkap dengan penari dan alat-alat musik yang mengiringinya. Beberapa alat musik juga diduga terbuat dari bahan gerabah. (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

      

Avadana Dance Studio, sebuah sanggar seni tari di Dusun Ngentak, Wanurejo, yang mengeksplorasi relief-relief di Candi Borobudur seperti yang terpampang di atas. Proses kreatif ini memberi inspirasi bagi terciptanya tarian dan iringan musik di masa kini. (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

Kami sempat menelusuri cendera mata legendaris yang telah hadir sejak tahun 1980-an di Borobudur, berupa hiasan dinding dari bambu berukir Candi Borobudur.

“Harga suvenir ini dulu sekitar tahun 1990-an setara dengan harga dua nasi bungkus di kompleks wisata Borobudur yang masih 350 rupiah. Sekarang harganya ditawarkan hingga sekitaran 50 ribu rupiah,” kata Mustakim sembari masih mengukir bambu.

Hiasan ukiran ini menggunakan bahan baku bambu wulung. Ia sebetulnya sudah lama tidak membuat suvenir, tapi jika ada yang pesan ia akan menyiapkan dengan senang hati.

Pada masanya, dalam sehari beliau mampu membuat hingga 50 hiasan bambu tersebut. Sekitar setengah jam, kami menikmati cara Mustakim yang dengan cekatan membuat hiasan bambu untuk kami bawa pulang.

Sejatinya, kekayaan khazanah tradisi dan ekspresi budaya di kawasan Borobudur ini sesungguhnya mampu memperkaya kawasan cagar budaya nasional sekaligus destinasi wisata super prioritas Borobudur ini.

Sesuatu yang juga menarik kita datangi dan nikmati, dan layak untuk kita apresiasi dengan penuh respek pula.