Pada acara tersebut, secara bersama-sama masyarakat membersihkan tempat penting di desa, ziarah ke makam leluhur serta makan bersama sebagai ekspresi budaya spiritual warga sekaligus perekat sosial warga. Pentas seni rakyat hingga wayang kulit semalam suntuk sering menjadi bagian dari upacara tradisi ini.
Pada malam 1 Sura atau malam tahun baru Islam, masyarakat Jawa di Borobudur juga memiliki beberapa kegiatan spiritual.
Acaranya ada yang bersifat keagamaan seperti pengajian dan mujahadahan, maupun kegiatan seperti jamasan pusaka atau membersihkan benda-benda pusaka—seperti keris hingga melakukan tetirah ke Suralaya.
Baca Juga: Nada Nusantara: Menyelamatkan Kebinekaan Musik Tradisi dari Kepunahan
Baca Juga: Sisi Gelap Jelang Pemugaran Borobudur: Jejak Permukiman yang Hilang
Baca Juga: Napak Tilas Perjuangan Perang Dipanagara di Sekitar Borobudur
Baca Juga: Punthuk Setumbu, Upaya Pejalan Menikmati Borobudur Berselimut Kabut
“Dulu mas, kita bisa menyaksikan nyala-nyala obor dari orang-orang Borobudur yang berjalan kaki mendaki perbukitan menoreh menuju ke Puncak Suroloyo," ujar Poyo.
Bagi banyak masyarakat Jawa, perayaan tahun baru Islam ini menjadi salah satu ekspresi budaya secara Islam sekaligus tetap menjadi Jawa.
Borobudur juga memiliki potensi kesenian yang beragam, kesenian rakyat sebut saja seperti jathilan, kubrosiswo, gatholoco, dayakan, topeng ireng, strek, prajuritan, jaranan buto dan masih banyak lagi.
Giripurno, memiliki kesenian yang mungkin hanya satu-satunya di dunia, bernama ande-ande lumut. Kesenian ini menyerupai wayang orang dengan kostum wayang purwa dengan lakon cerita Panji.
Kesenian-kesenian rakyat ini sering ditampilkan pada upacara tradisi di desa ataupun sebagai tampilan pendukung panggung kesenian pada berbagai event wisata seni budaya di kawasan Borobudur.