PFAS Ditemukan dalam Popcorn Microwave yang Diekspor AS ke Indonesia

By Utomo Priyambodo, Minggu, 26 Maret 2023 | 09:00 WIB
Popcorn microwave yang diimpor dari AS ke Indonesia ternyata mengandung bahan kimia berbahaya. (tataks/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah laporan yang dirilis pekan ini oleh Nexus3 Foundation dan IPEN menunjukkan bahwa produk popcorn microwave yang dibuat di AS dan diekspor ke Indonesia mengandung PFAS.

Pengujian independen terhadap produk popcorn yang dijual di AS dan Indonesia menemukan bahwa semua produk, 29 contoh, yang diuji mengandung PFAS. PFAS dikenal sebagai "forever chemicals" karena persisten di lingkungan dan mengancam kesehatan manusia.

Studi ini menggambarkan lemahnya peraturan federal tentang PFAS di AS serta ketidakpedulian perusahaan dapat mengakibatkan penyebaran PFAS dalam produk makanan ke negara lain seperti Indonesia.

Tidak adanya peraturan PFAS di Indonesia memperburuk masalah, membuat penduduknya rentan terhadap produk yang mengandung PFAS.

Efek PFAS dikaitkan dengan gangguan imunologis, gangguan reproduksi, gangguan perkembangan, efek pada berat badan lahir, gangguan pertumbuhan, gangguan belajar, gangguan perilaku, dan ancaman lain terhadap kesehatan manusia.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kemasan popcorn microwave yang mengandung PFAS adalah sumber PFAS dalam tubuh. Sebab, bahan kimia tersebut dapat berpindah dari kemasan ke dalam popcorn.

Laporan Nexus3-IPEN berjudul "Bahaya Beracun dalam Popcorn Microwave" telah merinci hasil pengujian produk dari perusahaan American Popcorn (merek Jolly Time), Ramsey Popcorn (merek Cousin Willie), Conagra (merek Act II), dan Preferred Popcorn. Semua produk yang dibeli di Indonesia ini diimpor dari produsen AS.

PFAS, bahan kimia yang persisten di lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia, ditemukan dalam popcorn microwave yang Diekspor AS ke Indonesia (Kerry J/Flickr)

Hasil uji lab pada popcorn merek "Kettle Korn" buatan Preferred Popcorn yang dijual di Indonesia menunjukkan konsentrasi PFAS tertinggi. Di antara sampel dari AS, American Popcorn merek "Jolly Time Blast O Butter" mengandung konsentrasi PFAS tertinggi.

Selain itu, PFOA juga ditemukan dalam produk Jolly Time yang dijual di Indonesia. padahal penggunaan PFOA dalam kemasan kontak makanan sudah dilarang secara global melalui Konvensi Stockholm.

"Indonesia seharusnya tidak menjadi tempat pembuangan produk beracun dari AS," kata Yuyun Ismawati, Senior Advisor Nexus3 di Indonesia, seperti dikutip dari keterangan tertulis IPEN dan Nexus3.

"Pihak berwenang harus menghentikan impor popcorn microwave yang mengandung PFAS dan menerapkan peraturan untuk melarang zat beracun ini digunakan di Indonesia. Orang Indonesia tahu cara membuat popcorn di atas kompor."

Baca Juga: Popcorn Dapat Menyebabkan Penyakit Kanker? Bagaimana Menurut Sains?

Baca Juga: Alasan Binturung Berbau Seperti Popcorn

Baca Juga: Membuat Air Minum Aman, Ahli Kembangkan Metode Sederhana Memecah PFAS 

Pada bulan Januari, IPEN dan jaringan Toxic-Free Future yang berbasis di AS juga melakukan survei pada keempat perusahaan tersebut, mengkaji kebijakan mereka tentang PFAS.

Dalam tanggapan yang dikirim melalui email, Conagra mengatakan bahwa "telah menghapus PFAS sejak tahun lalu dari kemasan yang digunakan untuk produk popcorn microwave ACT II di AS, dan mulai Maret 2023 tidak akan lagi menggunakan PFAS dalam kemasan untuk produk popcorn microwave yang dijual secara internasional di bawah merek ACT II." Adapun tiga perusahaan lainnya tidak menanggapi email yang dikirimkan.

PFAS ditemukan dalam popcorn microwave buatan empat perusahaan AS yang diimpor ke Indonesia. (David Jackmanson/Flickr)

Dalam berkomitmen untuk menghilangkan PFAS, Conagra bergabung dengan perusahaan-perusahaan lain seperti Ahold Delhaize, Starbucks, McDonald's, Burger King (RBI), Whole Foods Market, dan lainnya yang telah berkomitmen untuk menghilangkan PFAS dari kemasan makanan mereka.

"Pemerintah perlu mengatasi akar masalah ini yaitu dengan melarang produksi, penjualan, dan mengategorikan penggunaan PFAS sebagai kelas sendiri, terutama untuk penggunaan yang tidak penting," kata Jitka Straková, Peneliti Global dari IPEN.

Tiga bahan kimia PFAS, yakni PFOS, PFOA, dan PFHxS, telah terdaftar dalam Konvensi Stockholm untuk pembatasan dan penghapusan global.

Pada Februari 2023, Otoritas Bahan Kimia Uni Eropa (ECHA) merilis proposal yang menyerukan larangan sekitar 10.000 PFAS. ECHA mencatat bahwa PFAS yang tidak penting, termasuk yang digunakan untuk kemasan makanan, dapat dihapus terlebih dahulu.

Meskipun Indonesia adalah pihak dalam Konvensi Stockholm, saat ini tidak ada peraturan pemerintah yang melarang PFAS dalam kemasan makanan. Menurut Badan Pusat Statistik, Indonesia mengimpor popcorn microwave senilai 3 juta dolar AS dari AS pada 2021.

Di AS, tidak adanya peraturan federal membuat beberapa negara bagian sedang mempertimbangkan atau telah mengadopsi pembatasan PFAS. Sebelas negara bagian AS telah mengesahkan undang-undang yang melarang PFAS dalam kemasan makanan, tetapi ini tidak menghentikan ekspor produk yang mengandung PFAS.

Pada tahun 2021, undang-undang bipartisan yang diperkenalkan di Kongres AS melarang PFAS secara nasional. Namun, proposal tersebut gagal karena lobi perusahaan dan kurangnya dukungan Partai Republik.

PFAS ditemukan mencemari makanan subsisten pada populasi Pribumi Arktika dan sebuah studi oleh Alaska Community Action on Toxics (ACAT) menemukan PFAS di perairan sekitar Fairbanks dan Anchorage.

"Orang Alaska menderita efek buruk dari paparan bahan kimia beracun ini. Kami senang bahwa Senator Lisa Murkowski telah memperjuangkan undang-undang untuk mengakhiri penggunaan PFAS dalam kemasan makanan dan berharap dapat merayakan kemenangan tahun ini," kata Pamela Miller, Direktur Eksekutif ACAT dan Co-Chair IPEN.