Restorasi Meiji mengakhiri Keshogunan
Pada tahun 1867, Shogun Tokugawa Yoshinobu secara resmi mengundurkan diri. Pada dasarnya ia menyerahkan kekuasaan kepada kaisar. Tindakan ini merupakan bagian dari upaya untuk mempertahankan posisi penting Klan Tokugawa dalam pemerintahan baru.
Kemudian pada tanggal 3 Januari 1868, terjadi kudeta di Kyoto. Kaisar dikembalikan sebagai penguasa tertinggi di Kekaisaran Jepang dalam peristiwa yang disebut Restorasi Meiji.
Pemerintah Meiji terus bekerja sama dengan pemerintah Tokugawa selama masa transisi ini. Ini mengecewakan para garis keras di Klan Choshu dan Satsuma, yang meyakinkan majelis Meiji untuk menghapus gelar Shogun dan menyita tanah Yoshinobu.
Piagam Sumpah menandai era baru bagi Kekaisaran Jepang
Piagam Sumpah adalah dokumen piagam Restorasi Meiji 1868. Dokumen singkat tersebut menandai perubahan drastis dalam politik Kekaisaran Jepang, terutama menunjukkan keterbukaan terhadap komunitas internasional.
Hal ini penting, mengingat salah satu titik awal perpecahan antara kaisar dan keshogunan adalah penolakan kaisar terhadap pengaruh asing.
Dokumen tersebut juga menekankan bahwa rakyat jelata, tidak kurang dari pejabat sipil dan militer. Masing-masing akan diizinkan untuk mengejar panggilannya sendiri sehingga tidak ada ketidakpuasan. Dengan kata lain, dinding antar kelas sosial runtuh.
Samurai melawan samurai dalam Perang Boshin
Perang Boshin terjadi antara dua faksi samurai. Mantan Shogun Tokugawa Yoshinobu sangat marah karena dia dan klannya dikeluarkan dari pemerintahan Meiji yang baru.
Ia pun memutuskan untuk mengingkari pengunduran dirinya. Hal ini memicu konfrontasi antara pasukan Kekaisaran Meiji - termasuk Satsuma dan Choshu - dan pasukan yang setia pada Keshogunan.
Setelah seharian bertempur tanpa hasil, pasukan Satsuma-Choshu diberi bendera kekaisaran, yang secara resmi diakui oleh kaisar sebagai tentara kekaisaran.