"Jika kita melihat lebih dekat, istilah ini jauh lebih berbahaya daripada 'teori tang ping' yang sempat populer beberapa waktu lalu," tegas Wang. Ia berpendapat bahwa "Masa Sampah Sejarah" merupakan upaya untuk menghancurkan kepercayaan publik terhadap pembangunan yang telah dicapai oleh China.
Dengan menyebarkan pesimisme dan merendahkan pencapaian negara, lanjut Wang, istilah ini bertujuan menciptakan ekspektasi publik bahwa China akan gagal. Hal ini, menurutnya, merupakan sebuah konspirasi untuk merusak stabilitas dan persatuan bangsa.
Beijing Daily, salah satu surat kabar resmi Partai Komunis China, baru-baru ini menerbitkan artikel yang secara tegas menolak penggunaan istilah tersebut. Dalam artikel panjangnya, penulis mempertanyakan validitas proposisi yang menyatakan bahwa terdapat "masa sampah" dalam sejarah China.
"Apakah ada 'masa sampah' dalam sejarah kita? Ini adalah pernyataan yang salah dan tidak perlu diperdebatkan lagi," tegas penulis. Artikel ini mewakili sikap resmi pemerintah yang menolak segala bentuk narasi negatif tentang sejarah dan perkembangan negara.
Sikap tegas pemerintah ini tidak terlepas dari kekhawatiran akan dampak negatif dari sentimen pesimisme yang semakin meluas di masyarakat. Pemerintah khawatir bahwa penyebaran narasi negatif seperti "Masa Sampah Sejarah" dapat menghambat upaya pemulihan ekonomi dan mengganggu stabilitas sosial.
Untuk mencegah meluasnya sentimen negatif, pemerintah China telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk membatasi penyebaran informasi yang dianggap merugikan. Pengguna media sosial kini dilarang untuk "menjelek-jelekkan" kondisi ekonomi negara.
Qiao Liu, dekan terkemuka Guanghua School of Management di Universitas Peking, baru-baru ini memberikan pesan yang mendalam kepada para lulusan. Dalam pidatonya, Liu mengingatkan para lulusan muda untuk mewaspadai "jebakan narasi" yang kerap disebarluaskan, terutama yang berkaitan dengan masa depan ekonomi China.
Salah satu narasi yang paling sering dibicarakan adalah klaim bahwa pertumbuhan ekonomi China telah mencapai puncaknya dan kini memasuki fase penurunan. Narasi ini seringkali dikaitkan dengan istilah seperti "Masa Sampah Sejarah".
Menurut Liu, narasi semacam ini merupakan sebuah "jebakan" yang dapat menyesatkan pandangan publik terhadap potensi sebenarnya dari ekonomi China. Dalam terjemahan pidatonya yang diterbitkan oleh Pekingnology, Liu dengan tegas menyatakan bahwa pandangan pesimistis ini tidak memiliki dasar yang kuat.
Memilih pasrah
Banyak warganet China yang merasa resonansi dengan istilah tersebut dan memilih untuk pasrah menjalani masa-masa sulit ini.
Salah satu contohnya adalah seorang blogger Weibo yang baru-baru ini menuliskan pesan perpisahan kepada para pengikutnya.
Dengan nada pilu, blogger tersebut mengungkapkan kekhawatirannya akan akunnya yang terancam dihapus karena berani menyuarakan kritik terhadap skandal keamanan pangan.
"Apa pun yang terjadi, saya sangat senang bisa melewati masa sampah sejarah ini bersama kalian," tulisnya. Kalimat ini seakan menjadi representasi dari perasaan putus asa dan kekecewaan yang dirasakan oleh banyak warganet China.
Perbandingan dengan Dinasti Ming mungkin tampak berlebihan, namun istilah "masa sampah sejarah" telah menjadi cerminan dari kegelisahan masyarakat China. Tantangan yang dihadapi saat ini membutuhkan solusi yang inovatif dan berani untuk menghindari nasib serupa dengan dinasti yang pernah jaya di masa lalu.