Nationalgeographic.co.id—Arkeolog telah mengungkap misteri dua kapal kuno yang tenggelam di kedalaman Laut China Selatan.
Kapal-kapal ini berasal dari masa Dinasti Ming, periode yang kaya akan budaya dan perdagangan. Para arkeolog berhasil mengangkat lebih dari 900 artefak dari reruntuhan kapal-kapal ini.
Ratusan dari puluhan ribu
Pada masa Dinasti Ming, dua kapal dagang tenggelam di kedalaman Laut China Selatan. Kini, para arkeolog di China telah mengangkat lebih dari 900 artefak dari reruntuhan kapal-kapal tersebut.
Kapal-kapal ini terletak sekitar satu mil di bawah permukaan air, sekitar 93 mil di sebelah tenggara pulau Hainan. Jarak antara keduanya sekitar 14 mil.
Selama setahun terakhir, para peneliti menggunakan submersible berawak dan tak berawak untuk mengangkat 890 artefak dari kapal pertama dalam tiga tahap. Mereka juga mendokumentasikan situs-situs tersebut dengan kamera bawah air dan pemindai laser tiga dimensi.
Menurut Administrasi Warisan Budaya Nasional (NCHA) di China, koleksi objek tersebut termasuk koin tembaga, tembikar, dan porselen. Secara keseluruhan, lebih dari 10.000 item ditemukan di lokasi tersebut.
Para arkeolog berpendapat bahwa kapal tersebut membawa porselen dari Jingdezhen, China ketika tenggelam. Tim menemukan 38 artefak di kapal kedua, termasuk porselen, tembikar, cangkang, tanduk rusa, dan balok eboni yang kemungkinan berasal dari Samudra Hindia.
Mereka, seperti dilansir dari Smithsonian, menduga kapal-kapal ini beroperasi pada berbagai periode Dinasti Ming, yang berlangsung dari 1368 hingga 1644.
Dinasti Ming didirikan oleh Kaisar Hongwu. Selama Dinasti Ming, populasi China meningkat dua kali lipat. Negara ini juga menjalin hubungan budaya penting dengan Barat ketika perdagangan maritim berkembang pada tahun 1557.
China mengekspor sutra dan memperbolehkan kehadiran Eropa di wilayah kekuasaannya. Akibatnya, masakan mereka berkembang, dengan makanan seperti kacang tanah dan ubi jalar diperkenalkan untuk pertama kalinya.
Baca Juga: Kenapa Dinasti Ming Pindahkan Ibu Kota Kekaisaran Tiongkok ke Beijing?
KOMENTAR