Selain itu, periode ini dikenal karena drama, sastra, dan porselen. Porselen dibuat dengan berbagai warna, tetapi sebagian besar menampilkan skema warna klasik biru-putih. Porselen ini dibuat dengan menggiling batu china, mencampurnya dengan tanah liat china, dan memanggang hingga transparan.
Porselen pendongkrak ekonomi Dinasti Ming
Pada masa pemerintahan Dinasti Ming, porselen memang menjadi salah satu faktor utama yang mendongkrak perekonomian. Seperti dilansir di National Geographic Indonesia, Jingdezhen menjadi pusat produksi porselen yang terkenal.
Terletak di provinsi Jiangxi, China selatan, Jingdezhen telah menghasilkan keramik dan porselen sejak abad keenam Masehi. Namun, lokasinya awalnya tampak tidak menjanjikan. Kala itu, Jingdezhen hanyalah sebuah kota terpencil di wilayah berbukit.
Hanya saja, kota ini memiliki keuntungan akses ke deposit batu petuntse berkualitas tinggi (kini disebut batu tanah liat) serta hutan pinus yang menyediakan kayu bakar untuk kiln. Sungai yang mengalir ke utara dan selatan juga memudahkan pengangkutan barang pecah belah.
Porselen biru-putih menjadi favorit pada awal periode Ming. Warna biru, yang berasal dari oksida kobalt dari Asia Tengah (terutama Iran), diaplikasikan pada permukaan porselen dan kemudian dilapisi dengan lapisan yingqing. Selain itu, warna merah dan oranye, yang diperoleh dengan menggunakan tembaga sebagai pengganti kobalt, juga digunakan.
Desain porselen awal dipengaruhi oleh permintaan dari pembeli Arab, yang menginginkan dekorasi menyerupai motif bunga abstrak dari tekstil dan karpet Arab. Seiring berjalannya waktu, dekorasi menjadi lebih halus, dengan gambar burung dan bunga yang umum.
Namun, ada juga porselen yang dibiarkan berwarna putih, seperti porselen Ming dari Dehua yang terkenal karena keputihannya.
Dekorasi porselen semakin rumit seiring berlalunya Dinasti Ming, terutama sebagai respons terhadap permintaan luar negeri, terutama dari Jepang dan Eropa. Porselen menjadi komoditas ekspor utama, bahkan ditukar dengan perak Spanyol yang datang dari Amerika melalui Manila.
Jingdezhen, khususnya, bertahan lama sebagai produsen keramik dunia. Pada abad ke-18, kota ini memiliki 100.000 pekerja yang menguasai teknik pembuatan porselen secara spesialis. Sayangnya, kualitas produksi menurun seiring dengan peningkatan kuantitas. Bahkan bahan seperti kobalt yang diperlukan untuk dekorasi biru menjadi langka. Akhirnya, perdagangan dengan Asia Tengah menurun karena alasan politik.
Meskipun porselen menguntungkan perekonomian Tiongkok, industri ini memiliki sisi gelap. Jingdezhen dikenal sebagai kota guntur dan kilat karena aktivitas industri porselen yang tak terhitung jumlahnya. Tempat pembakaran terus menyemburkan api dan asap ke langit, menciptakan pemandangan yang menakjubkan.
Baca Juga: Kasus Pil Merah, Kala Kaisar Dinasti Ming Tewas dengan Cara Terlalu 'Aneh'
PGN Tanam 5.000 Mangrove di Semarang: Awal Komitmen untuk Dampak Lingkungan dan Ekonomi yang Lebih Besar
KOMENTAR