Ketika Penaklukan Konstantinopel oleh Kekaisaran Ottoman Ubah Sejarah

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 17 Agustus 2024 | 10:00 WIB
Pada tahun 1453, Kekaisaran Ottoman mengubah sejarah dunia. Pasukan Sultan Mehmed II yang tangguh mengakhiri lebih dari seribu tahun sejarah Bizantium dengan jatuhnya Konstantinopel. (Via Museé des Augustins)

Nationalgeographic.co.id—Pada tanggal 2 April 1453, Konstantinus XI, Kaisar Romawi (Bizantium), berdiri di atas benteng Konstantinopel. Ia menyaksikan pasukan Sultan Mehmed II yang perkasa mendekati ibu kotanya.

Pasukan Kekaisaran Ottoman itu sangat besar. Mehmed membawa serta seluruh kekuatan militernya yang berjumlah antara 60.000 hingga 80.000 orang. Juga pasukan angkatan laut yang terdiri dari 320 kapal.

Pertempuran itu berakhir dengan jatuhnya Konstantinopel ke tangan Kekaisaran Ottoman, peristiwa yang mengubah sejarah dunia.

Konstantinopel yang kerap diserang oleh berbagai bangsa

Pengepungan ini bukanlah pengepungan pertama yang dialami oleh Konstantinopel. Dalam sejarahnya yang panjang, Konstantinopel mengalami banyak pengepungan. Mulai dari bangsa Goth, Sassanid, Avar, Arab, Bulgar, Rusia, Tentara Salib, dan bahkan beberapa pasukan pemberontak Bizantium sendiri.

Sangat sedikit dari mereka yang berhasil melawan mahakarya pertahanan. “Konstantinopel dilindungi oleh parit, menara, gerbang, dan jaringan tembok sepanjang 20 kilometer,” tulis Jean du Plessis di laman The Collector.

Bahkan Kekaisaran Ottoman sendiri sudah berulang kali mencoba menaklukkan Konstantinopel sebelumnya.

Meriam Basilic nan perkasa

Namun, pasukan yang dibawa Mehmed II ke Konstantinopel berbeda dari pasukan sebelumnya. Pasukannya diperkuat dengan 69 meriam. Yang terbesar di antaranya adalah meriam raksasa yang disebut Basilic.

Basilic memiliki ukuran yang sangat besar sehingga harus dipindahkan oleh 90 ekor lembu dan 400 orang. Meriam itu dibuat khusus untuk menghancurkan tembok Konstantinopel hingga menjadi debu.

Basilic memiliki panjang 7,3 meter dengan berat lebih dari 18.000 kilogram Bak monster, Basilic mampu menembakkan bola meriam seberat 550 kg sejauh 1,6 kilometer. Era mesiu telah tiba.

Baca Juga: Sejarah Dunia: Kapan Sebenarnya Konstantinopel Berubah jadi Istanbul?

Meriam raksasa itu adalah ciptaan Orban (Urban), seorang insinyur Hungaria, penemu besi, dan pandai besi. Ia awalnya menawarkan jasanya kepada Kekaisaran Bizantium. Ketika Kaisar Konstantinus XI tidak mampu membayar jasanya, Orban beralih ke sultan Ottoman.

Mehmed bertanya apakah ciptaannya dapat menembus tembok Konstantinopel. Sang ahli pun menjawab, “Saya dapat membuat meriam dari perunggu dengan kapasitas batu yang Anda inginkan. Saya telah memeriksa tembok kota itu dengan sangat rinci. Saya bisa menghancurkan tembok-tembok ini menjadi debu dengan batu-batu dari senjataku.”

Awal dari akhir

Pada tanggal 5 April, pasukan Kekaisaran Ottoman telah mengepung tembok-tembok tanah. Di saat yang sama, angkatan lautnya memblokade pintu masuk ke Bosporus.

Pasukan Kekaisaran Ottoman mencegah bantuan dari luar mencapai kota atau penduduk mana pun melarikan diri. Tidak seperti banyak pengepungan sebelumnya, tidak akan ada aliran pasokan bebas masuk atau keluar dari pelabuhan kota.

Dengan kota yang diblokir, Mehmed mengirim utusan untuk menuntut penyerahan Konstantinopel tanpa syarat segera. Utusan itu tidak mendapat tanggapan. Maka keesokan harinya, 6 April, pemboman kota dari meriam Basilic dan meriam lainnya dimulai.

Meriam-meriam itu bergemuruh sampai keesokan harinya ketika satu bagian tembok runtuh karena hantaman. Pasukan Kekaisaran Ottoman kemudian mencoba serangan pertama mereka di tembok.

Namun, mereka dengan mudah dipukul mundur oleh para pembela dan celah itu diperbaiki semalam. Celah tersebut diisi dengan tanah, batu bata, batu, dan puing-puing lainnya.

Ada sedikit jeda ketika pasukan Kekaisaran Ottoman memosisikan ulang beberapa meriam mereka. Tapi pada tanggal 11 April, pemboman bertubi-tubi yang tak henti-hentinya dimulai lagi.

Keganasan meriam Basilic

Meski mampu meruntuhkan tembok dengan mudah, meriam Basilic begitu besar dan tidak praktis. “Butuh waktu berjam-jam untuk memuat dan menembak,” tambah Plessis.

Baca Juga: Sejarah Dunia: Kenapa Kekaisaran Islam Ingin Taklukkan Konstantinopel?

Meriam itu terdiri dari dua bagian dan harus dibongkar untuk diisi ulang. Sejumlah besar bubuk mesiu dimasukkan ke bagian belakang. Sementara itu, bola granit seberat setengah ton ditempatkan di bagian depan sebelum disekrup kembali.

Meriam itu diposisikan di atas panggung lumpur, potongan kayu dijepit di samping sisi meriam untuk menciptakan stabilitas. Sumbu dinyalakan dan yang terjadi selanjutnya adalah ledakan memekakkan telinga.

Ledakan itu melemparkan bola meriam besar ke tembok Konstantinopel. Tidak hanya menyebabkan kehancuran besar pada benteng yang dihantamnya, tetapi juga menghancurkan moral para pembela.

Hentakan yang sangat besar bahkan menghancurkan beberapa operatornya sendiri. Panas yang keluar dari meriam setelah ditembakkan begitu panas. Maka tidak heran jika meriam tersebut menjadi terlalu panas dan harus dilumuri minyak zaitun hangat. Tujuannya adalah untuk mencegah udara dingin memecahkan laras.

Meriam Basilic harus didinginkan sebelum tugas berat untuk mengisi senjata dimulai lagi. Seluruh proses yang berlarut-larut itu sangat lambat.

Meriam itu hanya dapat melepaskan antara tiga dan tujuh tembakan sehari. Hal tersebut memungkinkan para pembela untuk melakukan perbaikan penting pada dinding di antara tembakan.

Meski begitu, meriam yang lebih kecil dapat menembak sekitar 100 kali sehari, yang menghancurkan pertahanan Konstantinopel.

Panggilan ke Barat

Meskipun kalah jumlah dan persenjataan, para pembela melakukan perlawanan yang putus asa. Mereka menangkis beberapa serangan terhadap dinding, menghalangi musuh dengan pelempar batu dan beberapa meriam. Sebagian penjaga tembok bahkan melakukan beberapa serangan mendadak terhadap pengepungan pasukan Kekaisaran Ottoman.

Pada malam hari, tim pekerja berangkat untuk memperbaiki dinding yang rusak. Meskipun berusaha keras, tanpa bantuan dari luar, Konstantinopel hanya bertahan dalam waktu yang sangat singkat.

Sebelum pengepungan, Kaisar Konstantinus telah mengirimkan permohonan bantuan kepada para penguasa Kristen di Barat. Permohonan kaisar kepada Paus tidak membuahkan hasil. Pasalnya Konstantinus meremehkan pengaruh pemimpin gereja terhadap kekuatan Barat.

Baca Juga: Byzas, Pendiri Bizantium yang Diceritakan dalam Mitologi Yunani

Pertempuran Tanduk Emas

Pada tanggal 12 April, Mehmed mengirim kontingen pasukannya untuk merebut benteng Bizantium di Studios dan Therapia. Penaklukan itu memperketat jerat di sekitar Konstantinopel.

Pada saat yang sama, armada Kekaisaran Ottoman mencoba menyerang pelabuhan Konstantinopel. Namun, rantai besar di muara Tanduk Emas terbukti terlalu kuat bagi armada Ottoman. Mereka dipukul mundur dua kali oleh armada Bizantium yang lebih kecil.

Pada tanggal 17 April, Mehmed memerintahkan serangan malam di tembok. Tapi setelah perjuangan putus asa selama 4 jam, pasukan Kekaisaran Ottoman sekali lagi dipukul mundur. Pada saat yang sama, angkatan laut Ottoman dikirim untuk merebut Princes’ Island di dekatnya.

Namun, pada tanggal 20 April, armada tiga kapal Genoa dan kapal Bizantium berhasil lolos dari blokade Ottoman. Kapal-kapal itu membawa bantuan dari Paus dan perbekalan.

Mehmed sangat marah atas kegagalan laksamananya dan memerintahkan agar pemimpin pasukan itu dilucuti pangkat dan hartanya. Sang pemimpin juga dicambuk di depan umum. Kekalahan sementara itu merupakan pukulan telak bagi para pengepung dan dorongan moral bagi mereka yang terkepung.

Mehmed pun berkonsultasi dengan para penasihatnya dan mempertimbangkan dengan serius untuk menghentikan pengepungan.

Kota yang dikepung oleh pasukan Kekaisaran Ottoman

Mehmed, bagaimanapun, memutuskan untuk terus melanjutkan pengepungan. Lebih jauh lagi, ia kini lebih bertekad dari sebelumnya untuk merebut Tanduk Emas. Ia menyingkirkan beberapa meriam dari kapalnya dan menempatkannya di pantai yang menghadap ke arah benteng Rantai Besar. Dari sini ia dapat membombardir para penjaga Rantai Besar tersebut.

Mehmed melewati Rantai Besar dengan membangun jalan setapak dari kayu gelondongan yang dilumuri minyak melintasi Galata. Di Galata ia mengangkut beberapa kapalnya yang lebih kecil melalui darat, yang jumlahnya sekitar 70 buah.

Pada tanggal 22 April, Mehmed meluncurkan kembali kapal-kapal tersebut ke Tanduk Emas. Sementara Bosporus telah diblokir dari dukungan eksternal, koloni kecil Genoa di Pera mampu memasok Konstantinopel. Dengan kapal-kapal Ottoman di dalam Tanduk Emas, kota itu kini terputus sama sekali.

Enam hari kemudian, orang-orang Bizantium berusaha menghancurkan kapal-kapal Ottoman di Tanduk Emas dengan kapal api. Namun, Ottoman berhasil memukul mundur mereka dan menimbulkan banyak korban.

Beberapa pelaut ditangkap oleh Ottoman dan ditusuk atas perintah Mehmed di hadapan orang-orang yang terkepung. Bizantium menanggapi dengan mengeksekusi 260 tahanan Ottoman di atas tembok kota.

Kota itu tidak hanya terputus dari pasokan, tetapi para pembela kini harus membagi pasukannya. Pembela Bizantium harus mengirim orang untuk mempertahankan tembok laut di sepanjang Tanduk Emas.

Upaya terakhir pasukan Kekaisaran Ottoman

Pada hari-hari berikutnya, Ottoman melakukan beberapa upaya lagi untuk menyerbu berbagai celah yang dibuat oleh meriam. Tapi semuanya berhasil dipukul mundur. Enam minggu setelah pemboman, meriam Basilic akhirnya menyerah pada desainnya yang cacat dan meledak sendiri.

Beberapa serangan angkatan laut juga dilakukan di Rantai Besar, tetapi sekali lagi berhasil dipukul mundur. Ada juga sejumlah upaya yang dilakukan untuk meruntuhkan tembok tersebut.

Namun, lagi-lagi upaya tersebut gagal karena berbagai tindakan balasan dari Bizantium. Pasukan Bizantium membanjiri tambang, menggali ranjau penangkal, dan membakar para penambang dengan menggunakan Api Yunani. Mereka bahkan melakukan pertarungan jarak dekat yang sengit di terowongan yang sempit.

Pada tanggal 21 Mei, Mehmed mengirim satu delegasi terakhir ke Kaisara Konstantinus XI. Ia menawarkan kaisar dan rakyatnya perjalanan yang aman ke Morea, di mana ia akan mengakui kaisar sebagai gubernur Peloponnesus.

Mereka yang memilih untuk tetap tinggal di kota tersebut akan dijamin keselamatannya. Namun, tawaran tersebut ditolak. Jika Mehmed menginginkan kota tersebut, ia harus merebutnya dengan paksa.

Sultan tersebut memanggil dewan perang lainnya dan berdasarkan rumor tentang kekuatan Barat yang datang untuk membantu. Beberapa penasihatnya merekomendasikan agar ia menghentikan pengepungan.

Sementara yang lain merekomendasikan agar Mehmed terus maju karena pertahanan dan garnisun Konstantinopel telah melemah. Maka, kejatuhan kota tersebut sudah di depan mata.

Mehmed memutuskan untuk mengerahkan seluruh kekuatannya dalam serangan terakhir ke tembok kota.

Kejatuhan seorang kaisar, sebuah kota, dan akhir dari Kekaisaran Bizantium

Pada tanggal 29 Mei, tepat setelah tengah malam, Mehmed melancarkan serangan terakhir terhadap pertahanan Konstantinopel. “Kota itu diserang dari darat dan laut, sehingga para pembelanya kewalahan dan harus bertahan di kedua sisi,” ungkap Plessis.

Serangan darat dimulai dengan rentetan tembakan meriam yang menerangi langit yang gelap. Serangan pertama dilakukan oleh wajib militer milik sultan, diikuti oleh beberapa gelombang pasukan. Sementara angkatan laut berusaha memanjat tembok laut dengan tangga. Serangan ini sangat dahsyat dan merugikan kedua belah pihak.

Serangan baru berhenti ketika Mehmed memerintahkan pasukannya untuk mundur tepat sebelum fajar.

Pengeboman artileri lainnya terjadi sebelum Mehmed memerintahkan serangan terakhir terhadap tembok. Kali ini serangan dipimpin oleh pasukan elit Janissari dan resimen istana. Hal yang terjadi selanjutnya adalah pertempuran klimaks untuk merebut Konstantinopel itu sendiri.

Sayangnya, beberapa pembela bertempur dengan gagah berani tetapi tidak dapat menahan jumlah musuh yang sangat banyak. Tembok berhasil ditembus dan pasukan Kekaisaran Ottoman berhasil menyerbu ke dalam kota.

Legenda mengatakan bahwa Kaisar Konstantinus XI membuang tanda kebesaran kekaisarannya dan dengan berani menyerang Ottoman. Jasadnya tidak pernah ditemukan hingga kini.

Kejatuhan Konstantinopel yang mengubah sejarah dunia

Jatuhnya Konstantinopel memiliki konsekuensi yang mendalam dan luas bagi sejarah dunia. Dampak langsungnya adalah berakhirnya Kekaisaran Bizantium, kekaisaran yang bertahan selama lebih dari 1.000 tahun.

Dengan jatuhnya Bizantium, banyak sarjana dan seniman melarikan diri ke Barat. Mereka membawa serta ide dan filosofi, serta manuskrip yang tak terhitung jumlahnya yang berisi pengetahuan Klasik.

Apa yang mereka bawa memiliki pengaruh besar pada ide dan tradisi intelektual Barat. Pada akhirnya, semua itu membuka jalan bagi Renaisans Italia.

Hal itu juga berdampak besar pada ekonomi dunia karena berakhirnya Kekaisaran Bizantium menyebabkan pergeseran rute perdagangan yang ada. Konstantinopel mengendalikan rute perdagangan utama, termasuk Jalur Sutra yang terkenal.

Namun, dengan jatuhnya kota tersebut, kekuatan Barat mencari rute alternatif ke timur. Hal ini mengarah pada Zaman Eksplorasi dan penemuan Dunia Baru.

Jatuhnya Konstantinopel juga menandai dimulainya dominasi Kekaisaran Ottoman di wilayah tersebut dan ancamannya terhadap Eropa.