Nationalgeographic.co.id—Konstantinopel, kota yang berdiri kokoh selama berabad-abad sebagai benteng terakhir peradaban Kristen di Barat, akhirnya runtuh di bawah gempuran pasukan Turki Ottoman pada 29 Mei 1453.
Kejatuhan Konstantinopel menandai berakhirnya Abad Pertengahan dan membuka babak baru dalam sejarah dunia.
Kota ini telah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah yang menghubungkan Eropa dan Asia, serta menjadi benteng pertahanan Kristen melawan Islam. Meskipun sering dikepung, Konstantinopel selalu berhasil bertahan.
Namun, pada tahun 1453, Mehmet II, Sultan muda Turki Ottoman, berhasil menembus tembok tebal Konstantinopel yang tak tergoyahkan selama berabad-abad.
Kejatuhan kota ini berdampak besar bagi dunia. Bagi bangsa Eropa, ini merupakan pukulan telak karena jalur perdagangan rempah-rempah yang dikuasai oleh Turki Ottoman membuat harga rempah-rempah melambung tinggi.
Akibatnya, bangsa Eropa mencari alternatif jalur perdagangan baru, yang akhirnya mengantarkan mereka ke penemuan Benua Amerika dan memulai era penjelajahan samudera. Termasuk dimulainya penjajahan di Indonesia.
Namun, apa sebenarnya alasan umat Islam ingin menaklukkan Konstatinopel?
Sejarah singkat Konstantinopel
Konstantinopel, kota yang didirikan oleh Kaisar Romawi Konstantinus Agung pada tahun 330 M, telah menjadi saksi bisu gejolak sejarah selama berabad-abad.
Berada di lokasi strategis yang menghubungkan Eropa dan Asia, Konstantinopel menjelma menjadi ibu kota kekaisaran yang megah dan pusat perdagangan rempah-rempah yang menguntungkan.
Kejayaan Konstantinopel tak lepas dari ketangguhannya. Selama lebih dari seribu tahun, kota ini kokoh berdiri, menghadapi berbagai serangan dan pengepungan. Namun, di balik kekuatannya, Konstantinopel juga menyimpan kisah pahit.
Baca Juga: Byzas, Pendiri Bizantium yang Diceritakan dalam Mitologi Yunani
KOMENTAR