Nationalgeographic.co.id—Tahukah Anda bahwa Kekaisaran Ottoman memiliki hubungan dan peranan khusus dengan modernisasi yang terjadi di Indonesia.
Namun sebelumnya, perlu kita ketahui bahwa dalam sejarah Ottoman, masa pemerintahan Abdulhamid II sering dilihat sebagai munculnya ideologi Kekhalifahan dalam kebijakan dalam dan luar negeri.
Dalam Al-Jami‘ah: Journal of Islamic Studies, Frial Ramadhan Supratman menerbitkan jurnal dengan judul Before The Ethical Policy: The Ottoman State, Pan-Islamism, and Modernisation in Indonesia 1898–1901. Frial menjelaskan bahwa Abdulhamid memainkan peran simbolis dalam mendefinisikan otoritasnya sebagai Khalifah.
Yakni dengan pemerintahan yang didasarkan pada "empat pilar negara": pertama, Islam; kedua, pemeliharaan Rumah Osman; ketiga, perlindungan Haram al-Haramayn; dan keempat, pemeliharaan Istanbul sebagai ibu kota.
"Sejarawan cenderung melihatnya sebagai seorang sultan yang menggunakan Islam untuk melegitimasi posisinya," ungkapnya.
Abdulhamid dilihat sebagai sultan korporatis tradisional Ottoman yang ingin menciptakan identitas politik yang sama bagi semua warga, tanpa memandang agama dan bahasa, kemudian menyelaraskan dirinya secara religius, budaya, dan politik dengan mayoritas warga tersebut, yaitu muslim.
"Sejarawan berpendapat bahwa berurusan dengan muslim menjadi perhatian utama Abdulhamid II karena ia menyatakan dirinya sebagai Khalifah," lanjutnya.
"Bahkan, secara lebih rinci, ia merumuskan fungsi utama Khalifah. Meskipun sebagai sultan dalam wilayahnya sendiri, berkat deklarasinya sebagai Khalifah, Abdulhamid menerima permohonan dari muslim di seluruh dunia untuk membantu mereka melawan kolonialisme Barat."
Kedatangan duta besar Aceh di Istanbul adalah contoh muslim di Indonesia yang mencari bantuan untuk menghadapi kolonialisme Belanda. Mereka berharap Abdulhamid bisa campur tangan dalam invasi Belanda ke Aceh.
Namun, menurutnya harapan bahwa Abdulhamid akan campur tangan dalam invasi kolonialisme terhadap negara-negara muslim adalah tidak realistis.
Permintaan bantuan dari luar negeri menjadi tanda bahwa pada periode Hamidian (1876–1909), Ottoman mulai dilihat sebagai negara Pan-Islamis yang memimpin perlawanan terhadap kolonialisme di beberapa negara muslim seperti India, Malaysia, dan Indonesia.
Baca Juga: Ketika Penaklukan Konstantinopel oleh Kekaisaran Ottoman Ubah Sejarah