Tiongkok Denda Perusak Lingkungan dengan Kredit 'Blue Carbon', Efektifkah?

By Ade S, Jumat, 6 September 2024 | 08:03 WIB
China coba inovasi baru: denda perusak lingkungan dengan kredit 'blue carbon'. Efektifkah? Cari tahu pro dan kontra pendekatan unik ini. (Donny Fernando)

Dengan mengharuskan para pelaku kejahatan lingkungan untuk membayar dalam bentuk kredit karbon biru, pengadilan tidak hanya memberikan sanksi yang setimpal, tetapi juga mendorong upaya pelestarian ekosistem laut.

Keputusan pengadilan Xiangshan ini merupakan langkah maju yang signifikan dalam penerapan konsep keadilan lingkungan di Tiongkok. Sejak tahun 2020, ketika Tiongkok berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2060, penggunaan kredit karbon dalam kasus lingkungan semakin sering ditemui.

Namun, penggunaan kredit karbon biru untuk kompensasi kerusakan ekosistem laut masih tergolong baru dan unik sekaligus penuh tantangan.

Salah satunya adalah kurangnya kerangka hukum yang jelas mengenai penggunaan kredit karbon biru dalam konteks peradilan. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa konsep ini dapat disalahgunakan dan dimanfaatkan untuk tujuan yang tidak sesuai.

Kontroversi karbon biru

Tiongkok, sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, memang tengah gencar mengeksplorasi potensi karbon biru. Negara Tirai Bambu melihat potensi besar karbon biru dalam upaya mencapai target netralitas karbon.

Pada tahun 2021, Tiongkok memulai proyek perdagangan karbon biru pertamanya di Zhanjiang, Guangdong. Langkah ini kemudian diikuti oleh beberapa kota lainnya, menunjukkan komitmen serius Beijing dalam mengembangkan pasar karbon biru. Namun, di balik potensi besar ini, tersimpan pula sejumlah kontroversi.

Salah satu isu utama yang menjadi perdebatan adalah metodologi penghitungan karbon biru. Kementerian Sumber Daya Alam Tiongkok telah merilis metodologi yang cukup komprehensif.

Namun, metodologi ini memicu perdebatan di kalangan ilmuwan internasional karena memasukkan kerang dan kelp dalam daftar organisme yang mampu menyerap karbon.

Kerang memang mampu menyerap karbon dioksida saat membentuk cangkang. Namun, proses metabolisme kerang juga melepaskan karbon kembali ke atmosfer.

Hal inilah yang memicu perdebatan sengit di kalangan ahli. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa budidaya kerang justru dapat meningkatkan emisi karbon.

Baca Juga: Jepang Bakal Andalkan 'Blue Carbon' untuk Kurangi Emisi, Sekaligus Restorasi Pesisirnya