Lika-liku Siswa Hindia Belanda saat Bersekolah di Kekaisaran Ottoman

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 10 September 2024 | 18:00 WIB
Khalifah terakhir Abdulmecit Efendi di perpustakaannya. (mybeautifulistanbul.com)

Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Ottoman memiliki hubungan dan peranan khusus dengan modernisasi yang terjadi di Indonesia, khususnya lewat pendidikan.

Mereka mulai memberikan perhatian pada Asia Tenggara dan membuka konsulat untuk pertama kalinya di Singapura pada tahun 1864, kemudian di Batavia pada tahun 1883.

Banyak migran, terutama dari Hadhramaut, datang ke Singapura pada abad ke-19. Banyak Hadrami datang dari Hadhramaut ke kota-kota di Asia Tenggara seperti Singapura, Batavia, dan Surabaya untuk mencari peluang, umumnya sebagai pedagang.

Kebijakan Ottoman yang paling signifikan di Indonesia pada akhir abad ke-19 adalah memberikan kesempatan bagi pelajar Jawi untuk datang ke Istanbul.

Istilah Jawi digunakan karena arsip Ottoman menggunakan 'Cavah' untuk menyebut pelajar yang datang ke Istanbul pada saat itu. Meskipun begitu, pelajar Jawi yang datang ke Istanbul adalah orang Hadrami.

Alwi Alatas dan Alaeddin Tekin dalam The Indonesian-Hadramis’ Cooperation With The Ottoman and The Sending of Indonesian Students to Istanbul, 1880s-1910s yang terbit dalam jurnal Tarih Incelemeleri Dergisi mengungkap pengiriman Siswa ke Istanbul.

Uthman dan Muhammad bin Abdullah al-Attas dari gelombang pertama telah menyelesaikan tingkat persiapan di Sekolah Mülkiye pada pertengahan tahun 1899 dan akan menerima ijazah mereka.

Namun, rencana mereka untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi tidak dapat langsung disetujui, karena hanya warga negara Ottoman yang diizinkan untuk memasuki tingkat ini. Oleh karena itu, para siswa ini mencoba memperoleh kewarganegaraan Turki.

Meskipun demikian, dukungan khusus dari Sultan membuka kesempatan untuk mendapatkan pengecualian dalam mengejar pendidikan tinggi. Meskipun pada akhirnya mereka tetap tidak dapat memperoleh karier publik yang memerlukan kewarganegaraan Ottoman.

"Mereka diizinkan untuk melanjutkan pendidikan tinggi mereka jika mereka mengikuti ujian masuk pendidikan tinggi dan berhasil dalam ujian tersebut," ungkap Alwi dkk.

Kewarganegaraan Ottoman, bagaimanapun, masih merupakan kemungkinan. Uthman dan Muhammad mungkin tidak melanjutkan studi mereka di Istanbul, karena pada tahun 1901 keduanya telah meninggalkan kota dan melanjutkan studi mereka di Eropa.

Baca Juga: Kematian Misterius Kaisar Terakhir Bizantium yang Ditaklukkan Ottoman