Lika-liku Siswa Hindia Belanda saat Bersekolah di Kekaisaran Ottoman

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 10 September 2024 | 18:00 WIB
Khalifah terakhir Abdulmecit Efendi di perpustakaannya. (mybeautifulistanbul.com)

Uthman melanjutkan ke Montpellier, Prancis, sementara Muhammad belajar teknik di Belgia. Pada tahun 1907, Uthman hampir menyelesaikan studi medisnya di Prancis dan Muhammad masih menjalani studi tekniknya.

Putra ketiga Abdullah bin Alawi, Hashim, masih di Sekolah Sultani (Galatasaray) pada tahun 1901, tetapi pada tahun 1907 dia sudah mengikuti Muhammad belajar teknik di Belgia.

Uthman akan menjadi dokter medis, bergabung dengan Masyarakat Bulan Sabit Merah Turki selama Perang Balkan, tetapi kemudian kembali ke Hindia Belanda dan tinggal di Depok, dekat Batavia.

Muhammad kemudian menjadi insinyur pertambangan dan Hashim seorang ahli pertanian. Muhammad tinggal dan meninggal di Indonesia, sementara Hashim akhirnya tinggal di Istanbul dengan istri Turki-nya setelah sempat membuka perkebunan karet dan perusahaan di Hindia Belanda selama beberapa tahun.

Putra lain dari Abdullah ibn Alawi al-Attas, Ismail, tidak dikirim ke Istanbul oleh ayahnya, tetapi langsung ke Eropa dari Mesir. 

Saudara dari Abdullah ibn Alawi al-Attas, Umar, sedang belajar di Mekteb-i Sultani (Galatasaray) pada tahun 1901. Pada Juli 1906, ia telah meninggalkan Sultani dan berniat melanjutkan ke sekolah komersial di Eropa atau di Hindia Belanda.

Namun, pada tahun berikutnya, sebuah dokumen Ottoman menginformasikan bahwa pada saat itu ia adalah seorang mahasiswa di Fakultas Hukum. Ia juga diketahui mengajukan paspor baru pada bulan April tahun tersebut untuk mendapatkan izin kembali ke kampung halamannya untuk tujuan tertentu.

"Tidak ada informasi lebih lanjut yang kamu temukan mengenai kelanjutan studi Umar di Istanbul. Kedua saudaranya, Aydarus dan Muhsin, tidak lagi muncul dalam dokumen atau berita berikutnya sejak mereka pertama kali datang ke Istanbul. Apakah mereka termasuk di antara siswa yang dilaporkan meninggal atau kembali ke kampung halaman mereka pada tahun 1901?" jelas Alwi.

Menuntut ilmu di Ottoman

Pada tahun 1901, Abdul Muttalib Shahab dan Abdul Rahman Alaydrus masih menjalani studi mereka dan belajar bahasa Belanda di waktu luang mereka.

Abdul Rahman kembali ke Batavia untuk mengunjungi ibunya pada tahun 1905 dan ia memperoleh visa dari konsulat Belanda di Istanbul untuk perjalanan ini, yang memicu kritik dari Snouck Hurgronje, karena siswa tersebut dan ayahnya dikenal dengan sikap mereka yang bermusuhan terhadap pemerintah kolonial.

Baca Juga: Pan-Islamisme Ottoman dan Reaksi Pemerintah Kolonial di Hindia Belanda