Nationalgeographic.co.id—Di hamparan salju Central Rongbuk Glacier, di bawah bayang-bayang sisi utara Gunung Everest, sebuah penemuan mengejutkan mengguncang dunia pendakian.
Pada bulan September, tim dokumenter National Geographic, yang dipimpin oleh fotografer dan sutradara kenamaan Jimmy Chin, bersama Erich Roepke dan Mark Fisher, menemukan lebih dari sekadar sepotong es.
Di balik lapisan es yang mencair, mereka menemukan sebuah sepatu bot tua, kulitnya retak dan usang, solnya dihiasi paku besi berpola berlian khas era pendakian awal abad ke-20. Semakin mereka mendekat, semakin jelas bahwa ini bukan sembarang sepatu bot.
Dengan hati berdebar, mereka memeriksa lebih dekat. Di dalam sepatu bot itu, tersembunyi sebuah kaki. Bukan sembarang kaki, tetapi sisa-sisa tubuh yang mereka yakini adalah milik Andrew Comyn Irvine atau Andrew "Sandy" Irvine, pendaki legendaris yang menghilang bersama George Mallory seratus tahun lalu dalam upaya mereka menaklukkan puncak Everest.
"Saya mengangkat kaus kaki, dan ada label merah yang bertuliskan A.C. IRVINE," kata Chin, seperti dilansir dari laman National Geographic, menggambarkan momen tersebut. Chin mengatakan dia dan rekan-rekannya mengenali pentingnya momen itu secara bersamaan. "Kami semua benar-benar berlari berputar-putar sambil mengucapkan kata-kata kasar."
Bukti nyata pertama tentang nasib Irvine
Pada tanggal 8 Juni 1924, Mallory dan Irvine menghilang saat berusaha menjadi orang pertama yang menaklukkan puncak tertinggi di dunia, Gunung Everest. Hingga kini, pertanyaan apakah keduanya berhasil mencapai puncak masih menjadi misteri terbesar dalam sejarah pendakian.
Jika mereka berhasil, prestasi mereka akan menjadi tonggak sejarah yang luar biasa, mendahului pencapaian Tenzing Norgay dan Edmund Hillary yang terkenal itu sekitar 29 tahun kemudian. Selama hampir seabad, para pendaki dan sejarawan telah berdebat sengit tentang kemungkinan Mallory dan Irvine berhasil mencapai puncak Everest terlebih dahulu.
"Penemuan ini adalah bukti nyata pertama tentang nasib Sandy Irvine," ungkap Chin. Berbeda dengan sisa-sisa tubuh Mallory yang ditemukan pada tahun 1999, keberadaan Irvine selama ini menjadi misteri besar.
Selama bertahun-tahun, berbagai teori bermunculan mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada pendaki legendaris ini. Kini, dengan ditemukannya sepatu bot dan kaki yang diyakini milik Irvine, kita sedikit lebih dekat untuk mengungkap tabir misteri yang telah menyelimuti peristiwa tragis pada tahun 1924.
Baca Juga: Ahli Geologi Jelaskan Kenapa Gunung Everest Bertambah Tinggi Tiap Tahun
Chin juga berharap penemuan ini dapat memberikan ketenangan bagi keluarga Irvine yang selama ini merindukan kepastian tentang nasib orang yang mereka cintai. "Ketika seseorang hilang tanpa jejak, itu adalah penderitaan yang mendalam bagi keluarga," ujarnya.
"Penemuan ini memberikan sedikit kepastian dan harapan bahwa kita dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi pada Sandy di hari itu,"papar Chin. Di sisi lain, tidak hanya bagi keluarga Irvine, penemuan ini juga menjadi penanda penting bagi seluruh komunitas pendaki.
Mengingatkan pada penemuan tubuh Mallory
Salah satu orang pertama yang menerima kabar gembira ini adalah Julie Summers, keponakan buyut Irvine yang berusia 64 tahun. Julie, yang telah menulis biografi Irvine pada tahun 2001 dan bertahun-tahun memperjuangkan pengakuan atas kontribusi sang paman, merasa sangat bersyukur.
"Ini adalah benda pribadi miliknya, sebuah bagian kecil dari dirinya," ujar Julie tentang sepatu bot itu. "Sepatu ini menceritakan kisah tentang apa yang mungkin terjadi pada paman saya di hari itu."
Julie menduga bahwa sisa-sisa tubuh Irvine mungkin terbawa longsoran salju dan terbawa oleh gletser yang terus bergerak. "Saya menganggapnya sebagai sesuatu yang hampir seperti penutupan," tambahnya. Sebagai bentuk konfirmasi, keluarga Irvine telah bersedia memberikan sampel DNA untuk dibandingkan dengan sisa-sisa yang ditemukan.
Penemuan terbaru ini membawa Julie Summers kembali pada tahun 1999, ketika dunia dikejutkan oleh penemuan tubuh Mallory oleh seorang pendaki gunung bernama Conrad Anker.
Penemuan ini merupakan hasil dari Ekspedisi Penelitian Mallory dan Irvine yang bertujuan untuk mengungkap misteri apakah pasangan pendaki legendaris ini berhasil mencapai puncak Everest.
Pemeriksaan mendalam terhadap tubuh Mallory mengungkapkan fakta mengejutkan. Bekas tali yang dalam melilit pinggangnya mengindikasikan bahwa Mallory sempat jatuh namun tertahan oleh tali.
"Saya tahu segera bahwa dia telah diikat dengan pasangannya, dan bahwa dia telah jatuh jauh," tulis Anker dalam buku The Lost Explorer, yang ia tulis bersama David Roberts.
Baca Juga: Sejarah Mematikan Gunung Everest, Penjelajahan, dan Perubahan Iklim
Kondisi tubuh Mallory juga memberikan petunjuk lain. Kaki kanannya patah parah, namun kaki kirinya yang tidak terluka diletakkan dengan lembut di atasnya. Hal ini menunjukkan bahwa Mallory tidak meninggal seketika setelah jatuh.
Selain itu, kacamata salju gelapnya ditemukan di sakunya, yang memunculkan dugaan bahwa kecelakaan tersebut terjadi pada malam hari saat mereka sedang turun. Yang lebih mengejutkan lagi, foto istri Mallory yang seharusnya ditinggalkan di puncak tidak ditemukan bersamanya.
Penemuan jenazah Mallory memang memberikan banyak jawaban, namun juga memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru yang lebih menggelitik. Di mana keberadaan Irvine? Dan yang lebih penting, apakah mereka berdua berhasil mencapai puncak Everest?
Selama bertahun-tahun, para pendaki dan sejarawan meyakini bahwa menemukan Irvine adalah kunci untuk mengungkap misteri ini. Pasalnya, Irvine membawa kamera Kodak yang dipinjamkan oleh anggota ekspedisi lain, Howard Somervell.
Film yang belum terkembang di dalam kamera itu dipercaya menyimpan bukti paling kuat tentang keberhasilan mereka. Dengan demikian, pencarian Irvine menjadi semakin intensif, bahkan disamakan dengan pencarian sosok-sosok misterius seperti Amelia Earhart atau Michael Rockefeller.
Diawali penemuan botol oksigen
Beberapa hari sebelum penemuan sepatu bot yang menghebohkan, tim yang dipimpin Chin menemukan artefak lain yang tak kalah menariknya di Gletser Rongbuk Tengah. "Kami menemukan sebuah botol oksigen bertanggal 1933," ujar Chin.
Botol oksigen ini merupakan peninggalan dari Ekspedisi Everest Inggris tahun 1933, upaya keempat untuk menaklukkan puncak tertinggi di dunia. Sayangnya, ekspedisi yang dilakukan sembilan tahun setelah Mallory dan Irvine hilang ini juga berakhir dengan kegagalan.
Namun, para pendaki pada tahun 1933 berhasil menemukan kapak es milik Irvine di ketinggian yang lebih rendah, di punggung bukit timur laut. Penemuan ini semakin memperkuat misteri seputar nasib Mallory dan Irvine, sekaligus memberikan petunjuk baru tentang tantangan yang dihadapi para pendaki di masa lalu.
Penemuan silinder oksigen tahun 1933 itu memicu sebuah ide cemerlang di benak Chin dan timnya. "Jika Sandy jatuh dari sisi utara, mungkin saja sisa-sisa tubuhnya berada di sekitar sini," tebak Chin. Mereka mulai berspekulasi lebih jauh, "Jika sebuah silinder oksigen saja bisa terbawa sejauh ini, bayangkan jika itu sebuah tubuh manusia. Mungkin tubuhnya terlontar lebih jauh, seperti sebuah rudal!"
Kepada Erich Roepke, Chin mengungkapkan dugaannya, "Sandy mungkin hanya beberapa ratus meter di atas gletser dari sini, mendekati gunung." Mereka pun memulai pencarian yang melelahkan, menyusuri celah-celah dan lipatan gletser.
"Erich-lah yang pertama kali menemukannya. Dia menunjuk dan berkata, 'Hei, apa itu?'" kenang Chin. Saat mereka mendekat, mereka melihat sepasang sepatu bot muncul dari es. "Saya yakin sepatu itu baru saja mencair dan muncul ke permukaan beberapa hari sebelumnya," tambah Chin.
Pemuda tampan yang diduga diseleksia tapi penuh semangat juang
Julie Summers, dalam bukunya, melukiskan sosok Irvine sebagai "seorang pemuda yang tampan yang meninggal terlalu dini". Memang, pada usia 22 tahun, Irvine telah menjadi anggota termuda ekspedisi Everest 1924.
Ekspedisi ini bukanlah upaya pertama. Sebelumnya, pada tahun 1921 dan 1922, pendaki Inggris telah berusaha menaklukkan puncak tertinggi dunia. Namun, pada masa itu, mendaki Everest bukan sekadar perjalanan singkat. Butuh waktu satu bulan atau lebih untuk mencapai base camp.
Peralatan mereka pun sangat berbeda dengan yang kita kenal sekarang. Tali mereka terbuat dari serat alami, pakaian luarnya dari wol dan gabardine, dan sepatu bot kulit mereka dibeli dengan harga 5 pound 3 shilling dari seorang pengrajin sepatu di London, James J. Carter.
Irvine sendiri berasal dari keluarga berada di Cheshire, Inggris. Pemuda tampan dan atletis ini dikenal sebagai pendayung ulung semasa kuliah di Oxford. Namun, kurangnya pengalaman mendaki teknis sempat menjadi sorotan sebelum ia bergabung dalam ekspedisi Everest 1924.
Ada dugaan bahwa Irvine mungkin memiliki disleksia atau gangguan belajar serupa yang membuatnya kesulitan membaca, tapi ia memiliki bakat mekanik yang luar biasa dan sangat mahir dalam matematika serta teknik.
Ketika dia bergabung dengan ekspedisi, dia segera ditunjuk untuk menjabat sebagai petugas oksigen, dan dia membantu meningkatkan desain silinder oksigen tim. Berkat kekuatan fisik dan semangat juangnya, Irvine berhasil mendapatkan tempat dalam tim pendaki puncak.
Dalam bukunya, The Fight For Everest, pemimpin ekspedisi E.F. Norton menggambarkan Irvine sebagai sosok yang "besar dan kuat, dengan bahu lebar dan kaki yang ringan". Julie Summers, keponakan buyut Irvine, meyakini bahwa Mallory sangat menghargai sikap hormat Irvine terhadap pendaki senior. Kesetiaan Irvine pada Mallory pun tak perlu diragukan.
Satu pertanyaan telah terjawab
Pagi buta tanggal 8 Juni 1924, Mallory dan Irvine memulai pendakian terakhir mereka menuju puncak Everest. Cuaca saat itu sangat mendukung, seperti yang diungkapkan Mallory, "cuaca sempurna untuk pekerjaan ini."
Sore harinya, Noel Odell, rekan mereka, sempat melihat sekilas dua sosok kecil di dekat Second Step saat awan sedikit terbuka. Sejak saat itu, mereka berdua menghilang tanpa jejak.
Berbagai teori muncul mencoba menjelaskan mengapa Irvine tak pernah ditemukan. Mark Synnott, seorang penulis, pendaki, dan kontributor National Geographic, dalam bukunya The Third Pole mengajukan dugaan menarik: mungkin saja pendaki Tiongkok telah menemukan tubuh dan kamera Irvine jauh hari sebelumnya, namun merahasiakannya.
Namun, Julie Summers, keponakan buyut Irvine, meyakini penemuan sepatu bot oleh tim Chin telah membantah teori tersebut. "Saya pikir penemuan Jimmy telah menjawab pertanyaan itu sepenuhnya," ujarnya.
Sebelumnya, ada sebuah teori yang menarik perhatian banyak orang. Disebutkan bahwa pada tahun 1975, seorang pendaki asal Tiongkok menemukan mayat seorang pendaki yang mengenakan pakaian lawas di bawah Northeast Ridge. Penemuan ini menjadi titik fokus utama Ekspedisi Penelitian Mallory Irvine tahun 1999.
Anker, salah satu anggota tim ekspedisi, berharap jika mereka menemukan mayat, itu adalah jenazah Irvine. Dengan begitu, mereka bisa mencari Mallory, pemimpin ekspedisi mereka. Untuk memastikan identitas jenazah, tim bahkan mengumpulkan sampel DNA dari kerabat Irvine.
Setelah Anker berhasil menemukan sisa-sisa Mallory dan menguburkannya di gunung, ia menghubungi Julie Summers. "Conrad Anker bilang ke saya, dia seperti sedang mencari harta karun dan akhirnya menemukannya," kenang Summers.
Burung gagak yang memicu kekhawatiran
Beberapa hari setelah penemuan sepatu bot itu, Chin dan timnya melihat burung gagak berkumpul di sekitar benda temuan mereka. Khawatir akan kerusakan yang mungkin terjadi, Chin kemudian meminta izin kepada Asosiasi Pendakian Tiongkok-Tibet (CTMA) untuk memindahkan sisa-sisa tersebut.
Dengan hati-hati, Chin membawa sepatu bot dan kaki keluar dari Everest menggunakan pendingin dan menyerahkannya kepada CTMA. Timnya juga mengambil sampel DNA untuk diidentifikasi lebih lanjut dengan bantuan Konsulat Inggris. "Yang paling menarik," kata Chin, "adalah label yang kami temukan pada sepatu bot."
Chin enggan mengungkapkan lokasi pasti penemuan tersebut. Alasannya sederhana: ia ingin mencegah terjadinya "perburuan harta karun" di Everest. Namun, ia yakin masih ada banyak artefak, bahkan mungkin kamera Irvine, yang tersembunyi di sekitar lokasi penemuan.
"Penemuan ini jelas mempersempit area pencarian kami," ujarnya.