Industri Kelapa Sawit Tengah Dihantam 'Karma', Dipicu Perubahan Iklim?

By Ade S, Jumat, 18 Oktober 2024 | 08:03 WIB
(National Geographic Indonesia/Tuah Sanjaya Ketaren)

Di sisi lain, perusahaan cokelat Ferrero telah menguji coba sebuah skema inovatif bernama TRAILS di Kalimantan, Malaysia, suatu tempat yang menurut Hicks, "90% lanskap telah diubah menjadi perkebunan kelapa sawit."

Skema ini menggabungkan penanaman kelapa sawit dengan spesies hutan campuran untuk mendukung keanekaragaman hayati. Meskipun masih dalam tahap awal, proyek ini menunjukkan potensi besar dalam menghasilkan kelapa sawit secara berkelanjutan tanpa merusak lingkungan.

Alain Rival, pemimpin proyek TRAILS, optimis bahwa pendekatan agroforestri ini dapat menjadi solusi win-win, yang menguntungkan baik petani maupun lingkungan. Beliau juga menyoroti pentingnya belajar dari praktik pertanian tradisional masyarakat adat, yang telah lama menerapkan teknik ramah lingkungan seperti agroforestri.

Namun, perlu diingat bahwa masyarakat adat ini, menurut Aida Greenbury, penasihat serikat petani kecil independen Indonesia (SPKS), "Sering kehilangan tanah mereka kepada perusahaan perkebunan besar."

Belajar dari Amerika Latin

Joseph D’Cruz, CEO Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), menyarankan agar Indonesia dan Malaysia dapat belajar dari pengalaman negara-negara Amerika Latin, khususnya Guatemala.

Di sana, menurut laporan, berbagai tanaman yang ditanam dalam pola mosaik telah menghasilkan panen yang lebih melimpah. Praktik ini diperkenalkan oleh perusahaan agribisnis besar dan juga telah diadopsi oleh petani kecil. Guatemala juga melaporkan tidak ada deforestasi yang terkait dengan industri kelapa sawit.

"Industri di tempat-tempat seperti Guatemala telah menunjukkan bahwa sektor kelapa sawit memiliki potensi untuk mencapai produktivitas yang lebih tinggi per hektar dengan praktik manajemen yang baik, penggunaan varietas modern yang produktif, dan fokus pada keberlanjutan," ujar D’Cruz.

D’Cruz menegaskan bahwa dengan persentase sertifikasi RSPO mencapai 60%, Guatemala mencatatkan angka tertinggi di dunia. Ini mengindikasikan komitmen kuat negara tersebut terhadap praktik berkelanjutan dalam industri kelapa sawit.

Masih muncul kekhawatiran

Namun, di balik angka sertifikasi yang menggembirakan, terdapat kekhawatiran yang perlu diperhatikan.

Investigasi mendalam yang dilakukan oleh jurnalis dari Mongabay dan media lainnya mengungkapkan bahwa ekspansi pesat perusahaan agribusiness di Guatemala dan negara-negara Amerika Latin lainnya telah memicu sejumlah permasalahan lingkungan dan sosial. Keluhan mengenai dampak negatif perkebunan kelapa sawit terhadap ekosistem dan masyarakat setempat semakin sering terdengar.