Nationalgeographic.co.id - Black box atau yang biasa disebut dengan kotak hitam pesawat Lion Air PK-LQP JT 610 yang mengalami kecelakaan dan jatuh di perairan Karawang, telah lengkap ditemukan.
Sebelumnya FDR (Flight Data Recorder) ditemukan pada pada hari Kamis, 1/10/2018. Selang dua bulan kemudian, pada hari ini Senin, 14/1/2019, VCR (Voice Cockpit Recorder) pun ditemukan.
Dilansir dari Metro TV, Senin (14/1/2019) dalam percakapan melalui sambungan telepon, Kolonel Johan Wahyudi, Komandan Kopaska Koarmada I mengatakan bahwa CVR sudah berada di atas kapal dan direncanakan akan dibawa menuju dermaga penyeberangan (TNI AL) Pondok Dayung.
Baca Juga : CVR Lion Air JT 610 Ditemukan, Investigasi Memasuki Babak Baru
Sebelumnya pencarian terhadap VCR ini sempat dihentikan karena berbagai hal. Namun KNKT bersama dengan TNI Angkatan Laut kemudian melanjutkan pencarian yang dimulai pada hari Senin, 8/1/2019 dengan menggunakan KRI Spica yang memiliki banyak teknologi terkait.
Blackbox pun kembali menjadi pemberitaan, dan masyarakat juga kembali mendengar berbagai informasi terkait dengan kotak yang sejatinya berwarna oranye ini.
Setiap kali terjadi kecelakaan pesawat, kotak hitam selalu dicari dengan segala cara. Sebenarnya mengapa kotak hitam begitu penting?
Dalam sebuah kecelakaan pesawat, upaya menemukan korban penumpang memang menjadi hal yang utama. Tidak hanya pencarian korban, badan pesawat dan keberadaan kotak hitam juga menjadi objek yang dicari oleh tim yang terlibat.
Perlu diketahui, kotak hitam adalah sekumpulan perangkat yang digunakan dalam bidang transportasi yang merujuk pada perekam data penerbangan flight data recorder (FDR) dan perekam suara kokpit cockpit voice recorder (CVR) dalam pesawat terbang.
Fungsi dari kotak hitam sendiri adalah untuk merekam dan menyimpan pembicaraan antara pilot dan pemandu lalu lintas udara atau air traffic control (ATC), serta untuk mengetahui tekanan udara dan kondisi cuaca selama penerbangan. Tidak hanya itu, ketinggian pesawat dan pengaturan pilot terhadap pesawat pun ikut terekam.
Alat perekam ini dilengkapi dengan sistem sinyal darurat berupa sinyal "ping" yang bisa digunakan untuk mendeteksi lokasinya. Jika tenggelam di air, sinyal dengan segera terpancar secara otomatis. Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto dalam sebuah temu wartawan mengatakan bahwa kotak hitam pesawat Lion Air yang jatuh didesain untuk bertahan selama 90 hari untuk mengeluarkan sinyal ping tersebut.
Meski begitu, biasanya para ahli memperhitungkan waktu 6-10 hari sampai baterai melemah.
Untuk mendeteksi posisi kotak hitam di bawah air, tim pencari bisa menggunakan bantuan mikrofon bawah air dan detektor sonar.
Kotak hitam sebenarnya berupa tabung, namun kotak hitam modern tidak berukuran besar, hanya sebesar kotak sepatu. Tabung kotak hitam mampu menahan bantingan dari ketinggian, kedap air hingga kedalaman 6.000 meter, dan mampu bertahan dalam suhu panas di atas 1.000 derajat Celcius selama sedikitnya 30 menit. Jadi, tabung kotak hitam pesawat tidak mudah rusak walaupun terbanting dan terbakar.
Walau dinamakan kotak hitam, sesungguhnya kotak tersebut tidak berwarna hitam. Melainkan warna oranye terang yang dapat menarik perhatian. Hal ini dimaksud untuk memudahkan pencarian jika pesawat itu mengalami kecelakaan.
Penempatan kotak hitam dilakukan sedemikian rupa sehingga mudah ditemukan. Umumnya terdapat dua unit kotak hitam yang diletakkan pada bagian depan pesawat dan bagian ekor pesawat, yang diyakini sebagai bagian pesawat yang akan tetap utuh ketika terjadi kecelakaan.
Bagaimana awal mula munculnya kotak hitam?
Pada tahun 1953, David Warren, seorang Ilmuwan Aeronautical Research Laboratory (ARL) di Australia, menggagas pembuatan sebuah alat perekam percakapan antara pilot dengan kru selama penerbangan. Hal ini terinspirasi dari peristiwa jatuhnya pesawat jet di India dan tidak dapat diketahui penyebabnya.
kemudian pada tahun 1957, David Warren merampungkan purwarupa alat tersebut yang diberi nama ARL Flight Memory. Alat ini mampu merekam data percakapan antara pilot dengan kru selama 4 jam. Namun sayangnya, pihak Australia tidak berminat utk mengembangkan alat tersebut.
Baca Juga : Suka Selfie di Lokasi Bencana Alam, Pertanda Gangguan Kejiwaan?
Hingga akhirnya pada tahun 1958, Sekretaris United Kingdom Air Registration Board merasa tertarik pada prototipe mesin yg diciptakan oleh David Warren. Warren beserta tim diminta oleh pihak Inggris untuk membawa alat tersebut agar dapat dikembangkan di Inggris.
Alat itu kemudian disempurnakan dengan pembungkus kotak dari lempengan aluminium tipis, silika, dan baja tahan karat yang mampu bertahan dalam berbagai keadaan ekstrem. Alat ini kemudian berubah nama menjadi CSMU (Crash Survivable Memory Unit).
Akhirnya alat tersebut laku terjual ke banyak negara sebagai perlengkapan wajib sebuah pesawat terbang, dan pada tahun 1960 Australia merupakan negara pertama yang menerapkan aturan semua pesawat terbang harus memiliki kotak hitam atau black box.
Source | : | Berbagai Sumber |
Penulis | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR