Dalam beberapa tutur lisan yang beredar di Lasem, motif gunung ringgit sendiri terdapat pemakmanaa gunung dan ‘ringgit’ uang, merupakan gambaran kesejahteraan.
Berapa lama proses pembuatannya?
“Paling cepet ya tiga bulan, yo paling 100 lembar,” ujar Mbah Las yang menceritakan bahwa empunya rumah batik Nyah Kiok selalu datang setiap bulan dari Surabaya untuk menyiapkan racikan warna, memeriksa kualitas dan menengok para pembatiknya.
Para bidadari Nyah Kiok mengisahkan peran pemilik sekarang yang sangat dekat dengan mereka. “Juragane yo deket sama kami, saya tau kecilnya, kalau mau lebaran nanti kami dapat te ha er,” ujar Mbah Las sambil menceritakan jika ada keluarga mereka yang sakit, tak jarang sang juragan pun membantu.
Sepeda-sepeda para tujuh bidadari diparkir di area gang rumah Nyah Kiok. Tas keranjang anyaman mereka hampir mirip, anyaman berbahan plastik dengan warna warni pastel yang tampak pudar warnanya. Di dalamnya terdapat bekal sarapan dan makan siang mereka yang sederhana. Namun, saya dapat menemukan hal yang sama menjadi isi tas mereka yaitu kerupuk! Saya pun sering melihat di beberapa tempat mbatik, para pembatiknya selalu membawa kerupuk. Saya pun bertanya karena penasaran.
Tak dinyana, Mbah Suti menjawab,”Asale mbiyen ejeh enom aku mlaku soko omah teko kene. Saiki nyepedah. Anak telu nembe aku nyepedah. Mbiyen mlaku ki mangan krupuk la wong mlakune sejam. Yo mben ndino nggowo krupuk.” (asalnya dahulu waktu masih muda, aku jalan kaki dari rumah sampai sini – rumah Nyah Kiok. Sekarang naik sepeda. Punya anak tiga baru aku naik sepeda. Dulu jalan sambil makan kerupuk karena jalan kakinya satu jam).
Baca Juga : Empat Makanan Tradisional Dunia yang Mungkin Bisa Ciutkan Nyali Anda
Bagi saya warisan batik tiga negeri tidak hanya warna, motif, dan pemasaran yang luas, namun juga tentang kehidupan pembatiknya yang sederhana–pengabdian, sepeda, dan kerupuk.
Batik tiga negeri di Jawa merupakan warisan budaya akulturasi dari beberapa titik wilayah seperti Lasem, Pekalongan (kota dan Batang), Solo, dan beberapa di Cirebon, Semarang, Kudus, sampai Surabaya. Menilik keberadaan batik tiga negeri di beberapa titik di Jawa menunjukan penurunan. Setidaknya di kota pusat legenda batik tiga negeri berkembang yaitu Lasem Solo Pekalongan.
Tiga negeri Solo telah mati, tiga negeri Pekalongan dalam keadaan krisis pembatik tiga negeri, tiga negeri Lasem… mungkin merupakan yang terbanyak memiliki pembatik tiga negeri.
Mungkinkah kita masih bisa berharap pada para pengusaha, seniman dan pembatik di Lasem? Tantangan yang dihadapi tak sedikit, terlebih mengenai pelestarian motif kuna, produksi, permodalan, penggunaan warna, limbah batik, tenaga kerja, kesejahteraan seniman batik, pemasaran, produk kreatif, industrialisasi batik (cap, sablon, hingga kain printing motif batik) hingga keberlanjutannya yaitu regenerasi.
Bagaimana nasib kain tiga negeri Lasem kelak?
Penulis | : | Agni Malagina |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR