Lalu mengapa orang-orang Tiwanaku meninggalkan benda-benda berharga mereka di danau?
Capriles sendiri melihat pengorbanan sebagai bagian dari tradisi keagamaan yang dipercaya dapat membantu negara Tiwanaku tumbuh dan berkembang.
Dengan menggunakan benda-benda berharga dalam ritual, para pemuja Tiwanaku menunjukkan komitmen mereka terhadap tradisi kepercayaannya––sebuah adat yang memiliki manfaat besar dalam ‘membangun masyarakat’.
“Keyakinan kepada dewa pada akhirnya menjadi lembaga yang mengatur perilaku,” kata Capriles.
“Agama baru ini menetapkan standar bagi moral dan perilaku. Jika bersikap baik, maka Anda bisa hidup abadi. Namun, jika menjadi orang jahat, Anda akan dihukum dewa,” imbuhnya.
Baca Juga : Perubahan Iklim, Penyebab Utama Runtuhnya Kota Pertama di Amerika
Pada masa puncaknya, masyarakat Tiwanaku memiliki pengaruh politik, ekonomi, dan budaya yang signifikan. Namun, setelah runtuk pada 1000 Masehi, kesuksesannya dibayangi oleh peradaban lain yang datang setelah itu.
“Tiwanaku merupakan kekaisaran asli Amerika terbesar yang belum pernah didengar banyak orang,” kata Paul Goldstein, arkeolog dari Department of Anthropology UC San Diego yang tidak terlibat dalam penelitian.
“Setiap kali menemukan sesuatu yang mencermikan kompleksitas masyarakat, itu akan menambah pengetahuan yang lebih dalam mengenai asal-usul masyarakat kompleks di seluruh dunia,” tambahnya.
Sejarah Tiwanaku mungkin terlihat jauh, tapi bagi Capriles, artefak-artefaknya yang ditemukan saat ini membantu membawa kehidupan mereka ke masa kini.
“Yang pasti, orang-orang Tiwanaku merasa bersyukur sehingga rela membuat persembahan. Sama seperti yang dilakukan manusia saat ini, termasuk saya dan Anda,” pungkas Capriles.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR