Ia berharap dari kegiatan #TukarBaju, semakin banyak orang yang mengerti bahwa konsep bertukar atau barter baju—clothing swap—bukan sebagai kegiatan yang baru lagi. “Kami mau konsep bertukar ini dianggap menjadi sesuatu yang lazim.”
Kegiatan ini dipicu maraknya Tren fast fashion telah mendorong beragam merk busana di gerai-gerai atau pusat perbelanjaan untuk merilis koleksi busana terbaru mereka sebanyak puluhan atau ratusan dalam seminggu.
“Mengapa kami menggunakan #TukarBaju?” kata Amanda, “Karena target marketnya adalah orang-orang yang memang suka bergonta-ganti busana tetapi mereka tak perlu baju baru. Apalagi bila orang itu memiliki tingkat kebosanan tinggi.” Tentu, tak sembarang baju yang bisa ditukar, kondisi baju harus bersih, layak pakai, tidak bernoda, tidak lusuh, dan tidak ketinggalan zaman. Baju yang diterima akan diperiksa dan dikurasi terlebih dahulu.
Baca juga: Terlalu Banyak Turis Berdampak pada Lingkungan? Bagaimana Solusinya?
Tujuan utama kampanye ini untuk membangkitkan kesadaran. Selanjutnya, Amanda memiliki keinginan bahwa acara ini tidak cukup dilaksanakan sekali saja. “Kedepannya, kami mau mengadakannya di berbagai kota— Jakarta, Bali, Yogyakarta, Surabaya, dan Bandung—sepanjang tahun ini,” ujarnya. “Kami masih komunitas kecil, yang secara sumber daya lalu penyediaan dana belum betul-betul tercukupi karena penyelenggaraan di kota besar membutuhkan relawan yang banyak.”
Sejatinya komunitas ini berkeinginan untuk mewujudkan salah satu impiannya, yang kelak turut mendukung kampanye mereka. “Zerowaste Indonesia ingin memiliki usaha bisnis berbentuk wirausaha sosial,” sambungnya. Amanda mengatakan cita-cita gerakan kepedulian lingkungan ini tidak hanya mendapatkan profit, tetapi juga bisa mengembalikan profit untuk keberlangsungan hidup manusia dan lingkungan. “Kami memilih untuk membuat toko fisik permanen,” ungkapnya. “Kami sangat berkeinginan untuk mewujudkan #TukarBaju dalam bentuk toko fisik permanen.”
Acara #TukarBaju hari itu diikuti 136 partisipan. Salah satunya adalah Andini, berdomisili di Tangerang Selatan, yang terkesan dengan kampanye pengurangan limbah busana ini. “Menarik banget,” ujarnya. “Kita bawa baju dan kita dapat baju baru dalam jumlah yang sama. Ini seperti barter zaman dahulu, ya,” imbuhnya. Ia pun menginginkan acara serupa digelar rutin, tidak hanya di Jakarta, dan beragam barang. “Jangan cuman baju dewasa, tetapi baju anak, mainan, buku, dan sepatu.”
Tiba saatnya untuk kembali berpikir. Mungkin kita memiliki terlalu banyak pakaian melebihi kebutuhan. Tampaknya kebiasaan berbelanja demi mengejar tren mode terkini tak sepenuhnya menjamin kebahagiaan hakiki. Bertukar baju pun menjadi langkah alternatif untuk mengurangi sampah busana dan limbah tekstil demi Bumi yang lebih baik.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR