Nationalgeographic.co.id – Jepang sedang bersiap untuk memulai kembali perburuan paus pada Juli mendatang. Sebelumnya, aksi ini sempat berhenti selama lebih dari 30 tahun, tapi setelah Jepang keluar dari International Whaling Commision (IWC), perburuan pun dilakukan lagi.
Menurut laporan Japan Times, pada 1 Juli, lima kapal dari enam operator perburuan paus akan berlayar dari Kushiro, utara pulau Hokkaido. Diduga mereka menyasar paus berparuh di ujung Minamiboso, selatan Tokyo, sampai bulan Agustus. Selanjutnya, para pemburu ini berencana menangkap paus minke hingga Oktober.
Perburuan paus demi tujuan komersial sudah dilarang sejak moratorium IWC 1982–dilakukan untuk meningkatkan kembali jumlah spesies paus di lautan. Lebih dari 80 negara kemudian menandatangani kesepakatan tersebut pada 1986.
Namun, beberapa negara yang pro dengan penangkapan paus–seperti Islandia, Norwegia, Rusia, dan Jepang–kerap memanfaatkan celah dan menangkap paus dengan alasan “penelitian ilmiah”.
Baca Juga: Populasinya Menurun, Australia Sediakan 'Rest Area' Khusus Koala
Jepang, yang mengatur program perburuan paus ilmiahnya satu tahun setelah larangan IWC diberlakukan, berargumen bahwa mereka memerlukan “sampel biologis” sehingga harus membunuh hewan tersebut. Jepang mengatakan, sampel itu sangat penting untuk mempelajari usia, kesehatan, dan kebiasaan hidup paus.
Sejak larangan diberlakukan pada 37 tahun lalu, diperkirakan Jepang sudah membunuh lebih dari 32 ribu paus.
Data tahun lalu menunjukkan bahwa selama Desember-Februari, Jepang menghabiskan kuota tahunannya dengan membunuh 333 paus minke di perairan Antartika, 120 di antaranya dalam keadaan hamil.
Aksi perburuan tersebut tetap mereka lakukan terlepas dari kenyataan bahwa Jepang dilarang menangkap paus di Antartika setelah Australia memenangkan kasus ini di Mahkamah Internasional PBB pada 2014. Australia menyatakan bahwa program penelitian Jepang yang melibatkan paus tidak cukup ilmiah. Kala itu, Jepang mengatakan akan mematuhi keputusan PBB. Namun, kenyataan berkata sebaliknya.
Pada Juli 2018, Jepang meminta izin kepada IWC untuk melanjutkan aksi perburuan paus. Mereka mengatakan akan menyetujui kuota yang ditetapkan IWC dan hanya menargetkan spesies paus yang tidak terancam punah.
IWC menolak permintaan tersebut dan setelahnya, tepatnya pada Desember, Jepang mengumumkan mundur dari kesepakatan global dan mengatakan akan kembali menangkap paus demi tujuan komersial.
Perburuan paus memainkan peran penting di Jepang pasca Perang Dunia II. Pada 1946, ketika ekonomi mereka hancur dan tidak ada sumber makanan yang cukup, Mayor Jenderal AS Douglas MacArthur yang mengawasi Jepang pascaperang, memerintahkan agar dua tank milikter digunakan sebagai kapal penangkap paus. Sejak saat itu, daging-daging paus dibagikan ke sekolah-sekolah Jepang dan generasinya tumbuh dengan mengonsumsi paus.
Alasan mengapa saat ini perburuan paus dilakukan kembali masih belum jelas–meskipun Jepang beberapa kali mengatakan mereka ingin ‘melestarikan’ budaya dan tradisi makan paus.
Baca Juga: Suhu Panas Memengaruhi Kesuburan Hewan, Bagaimana dengan Manusia?
Namun, jika dilihat polanya, di masa sekarang, daging paus juga tidak menjadi bagian dari kebiasaan makan orang Jepang. Permintaan akan daging paus pun rendah.
Beberapa pihak sempat melakukan poling dalam beberapa tahun terakhir dan menemukan bahwa hanya sedikit warga Jepang yang makan daging paus. Hanya generasi tua yang mengingat sempat memakannya saat kecil.
Diketahui bahwa Jepang bukan satu-satunya negara yang mengabaikan moratorium IWC. Norwegia keberatan dengan larangan tersebut dengan alasan budaya dan tahun lalu meningkatkan kuota perburuannya dari 999 pada 2017 menjadi 1.278 paus pada 2018. Islandia meninggalkan kesepakatan pada 1992 dan melanjutkan penangkapan paus pada 2006.
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR