Nationalgeographic.co.id - Bicara soal keteraturan, pasti kita teringat dengan budaya masyarakat Jepang. Kawan Indonesia yang kebetulan bekerja di Jepang pernah bercerita, “Gue takut banget jadi robot di sini!”. Ia bercerita, ketika pertama kali menjejakkan kaki di Tokyo, dua tahun silam, ia sudah memperhatikan keadaan sekitarnya.
Kebiasaan-kebiasaan kecil yang dilakukan oleh warga Jepang sangat berpola dan jarang sekali berubah. Mulai dari ibu-ibu tua yang menyapu halaman yang sama di jam yang sama setiap harinya, sampai kebiasaan para pekerjanya tiba dan meletakkan sepeda-sepedanya di tempat parkir tepat di waktu yang sama.
Kebiasaan yang juga dibarengi dengan ketertiban yang tinggi menjadi modal negeri Matahari Terbit ini bertahan berubah menuju masa depan. Sulit menemui tempat sampah karena sejak dini warga Jepang sudah ditanamkan untuk bijak terhadap limbah yang dihasilkan, pemandangan barisan orang mengular masuk ke dalam stasiun adalah biasa, budaya antri dan menghormati orang lain sangat kental di tengah masyarakatnya.
Jika Anda ingin merasakan suasana Jepang sambil mengenang sejarah dan tradisinya, Anda bisa mengunjungi Asakusa. Ia merupakan salah satu distrik di Tokyo yang kerap disebut ‘kota tua’ karena atmosfer masa lampaunya masih sangat terasa. Di wilayah ini, masih banyak sekali kuil-kuil peninggalan periode Edo.
Kuil Sensoji adalah yang tertua dan terpopuler yang ada di sana–dibangun pada abad ke-7. Sebelum masuk ke sana, Anda akan disambut oleh gerbang merah yang dihiasi lentera raksasa dengan tulisan kanji.
Meski berada di tengah bangunan modern dan pencakar langit Tokyo, kuil Sensoji masih menyimpan keasliannya. Bisa dibilang, berada di Asakusa dan kuil-kuil khasnya menjadi kesempatan bagi saya untuk menikmati suasana tradisional Jepang di tengah modernisasinya.
Tidak hanya di dalam kuil, kentalnya budaya Jepang masih saya rasakan di sekitarnya. Melewati Nakamise Street, yang menguhubungkan gerbang depan dan lorong utama kuil Sensoji, saya menemukan beragam kios yang menjual makanan tradisional Jepang.
Selain itu, untuk melengkapi wisata budaya di Asakusa, para turis juga bisa menyewa kimono sambil berkeliling dengan Jinkirisha.
Meninggalkan Asakusa, saya menuju area Shibuya. Meskipun wilayah ini sangat modern, tapi keteraturan masih bisa saya lihat. Ya, di Shibuya yang dikenal sebagai wilayah paling sibuk di dunia, ribuan manusia berlalu dan berselisih di tempat ini setiap harinya. Namun, di tiap detiknya tak pernah ada kekacauan yang terjadi.
Begitu pula kebersihan, tak nampak sampah berserakan akibat dari berkumpulnya begitu banyak manusia dalam satu waktu seperti sekarang.
Spot paling terkenal di Shibuya adalah persimpangan besar di depan stasiun Hachiko. Persimpangan ini dihiasi oleh iklan-iklan dengan lampu neon dan layar video raksasa serta pejalan kaki yang membanjiri jalanan setiap kali lampu persimpangan berubah hijau. Lokasi ini pun kerap dijadikan objek foto maupun film populer.
Tak hanya itu, Shibuya juga menjadi pusat fashion dan ‘kultur’ anak muda. Jalanannya menjadi tempat lahir tren mode dan hiburan Jepang, Puluhan department store meramaikan Shibuya yang siap menyambut beragam jenis pembeli.
Berbicara tentang ‘pusat fashion dan anak muda’, Harajuku juga menjadi salah satu lokasi di Jepang yang memiliki ciri khas tersebut. Titik utama dari budaya anak muda di Harajuku adalah Takeshita Dori (Takeshita Street) yang dipenuhi oleh toko-toko trendi, butik mode, hingga beragam gerai makanan cepat saji.
Sedikit perbedaan dari Shibuya, di Harajuku banyak anak muda berpakain unik. Anda akan menjumpai banyak orang berlalu lalang dengan berbagai macam gaya busana. Perpaduan gaya ini kemudian mendunia dan dikenal dengan sebutan ‘Harajuku Style’. Anda juga dapat bertemu dengan para cosplayer yang tak segan menunjukkan kreativitas mereka.
Keindahan budaya asli dan modernisasi di ketiga tempat tersebut membuat saya ingin mengabadikannya dengan kamera OPPO Reno 10X Zoom yang saya bawa.
Kamera utama OPPO Reno 10x Zoom memiliki resolusi hingga 48MP yang didukung sensor Sony IMX586, diafragma f/1.7, sensor sebesar ½-inci yang meningkatkan sensitivitas lensa terhadap cahaya untuk mengambil gambar beresolusi tinggi dengan jernih. Warna-warni cantik di Asakusa, Shibuya, dan Harajuku pun bisa tertangkap dengan lebih jelas dan menarik.
Selain itu, lensa wide angle dengan sudut ultra lebar pada kameranya mampu memberikan perspektif baru untuk komposisi foto dengan tangkapan gambar yang lebih luas. Bahkan, dengan adanya teknologi 10x Hybrid Zoom, OPPO Reno 10x Zoom sanggup menangkap gambar bgitu jernih hingga 10 kali perbesaran, serta mampu memberikan perbesaran digital hingga 60 kali.
Tak ketinggalan, OPPO Reno 10x Zoom juga memiliki Dual OIS (Optical Image Stabilization) pada kamera utama dan telefoto yang memberikan kestabilan sempurna dan dapat menghasilkan foto perbesaran 10x lebih stabil dan fokus. Saat berada di persimpangan Shibuya, saya bisa memotret orang yang berlalu lalang tanpa kesulitan.
Keberagaman yang ditemukan di Asakusa, Shibuya, dan Harajuku, menunjukkan bagaimana upaya Jepang tetap melestarikan tradisinya, tapi di sisi lain juga membuka diri pada modernisasi. Mungkin ini yang membuatnya menjadi bangsa unik sehingga terus bertahan dan maju dalam melangkah ke masa depan.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR