Penemuan Katak Tanduk Kalimantan yaitu di bagian Pegunungan utara Borneo (Sarawak dan Sabah), Malaysia serta Pegunungan Meratus yang masuk wilayah Indonesia. Kedua lokasi ini mengejutkan para peneliti, karena lokasinya terpisah cukup jauh yaitu sekitar 950 kilometer. Meski cukup jauh, tetapi kedua populasi tersebut memiliki variasi genetik yang sangat rendah dan menunjukkan sebagai jenis yang sama.
“Batas negara antara Malaysia dan Indonesia tidak berlaku untuk jenis baru ini. Hamparan lahan gambut dan hutan dataran rendah antara bagian utara dan selatan di pulau Kalimantan ini sepertinya menjadi pembatas, sehingga jenis baru ini hanya dapat ditemukan di kawasan pegunungan baik di utara maupun selatan pulau,” ujar Amir.
Ancaman
Penemuan Katak Tanduk Kalimantan ini bukanlah yang terakhir, karena kawasan Kalimantan masih luas daerah yang belum tereksplorasi. Begitu juga wilayah lainnya di Indonesia seperti Sumatera, Sulawesi, dan Papua.
“Hilangnya hutan di Kalimantan menjadi ancaman yang cukup serius bagi jenis ini kawasan berhutan sebagai habitat utamanya,” katanya.
Gaveu et al pada tahun 2014 melaporkan sekitar 168,493 km2 atau lebih dari 30 persen hutan di pulau Kalimantan telah hilang selama kurun waktu 1973 sampai 2010.
Baca Juga: Cacing dengan Tiga Jenis Kelamin Ditemukan di Danau Mono California
Menurut Amir, hilangnya kawasan hutan menjadi ancaman serius untuk jenis-jenis yang mungkin belum dideskripsikan.
"Bisa saja begitu terdeskripsikan saat itu juga diketahui sebagai jenis yang terancam punah. Atau mungkin populasi tersebut adalah populasi terakhir, mengingat sudah tidak ada hutan lagi yang cukup bagus," kata dia.
Selain kerusakan habitat, penggunaan komersial sebagai hewan peliharaan juga menjadi ancaman serius.
“Kepunahan spesies ini memenuhi syarat rentan dan dimungkinkan untuk masuk dalam kategori status Daftar Merah IUCN sebagai bentuk upaya konservasi lebih lanjut,” ujar Amir.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ditemukan, Spesies Baru Katak Bertanduk dari Hutan Kalimantan". Penulis : Ellyvon Pranita.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR