Menjelaskan pengelihatan orang mati suri
Lantas, bila tidak benar-benar mati, bagaimana sains menjelaskan pengelihatan orang-orang yang mati suri? Sebuah studi yang dipaparkan di European Academy of Neurology Congress pada bulan Juni 2019 mungkin bisa menjawabnya.
Menurut para ahli yang menulis studi ini, mati suri mungkin ada hubungannya dengan gangguan tidur pada tahap REM, tahap dalam siklus tidur di mana seseorang bermimpi sementara ototnya mengalami kelumpuhan. Orang-orang yang sering mengalami gangguan tidur REM, misalnya ketindihan, ternyata juga memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami mati suri.
Para ahli menemukan hal ini setelah menganalisis informasi dari 1.034 orang di 35 negara. 289 di antaranya melaporkan pernah mengalami mati suri, dan 106 di antaranya dianggap benar-benar mengalami mati suri setelah mengisi survei yang diberi oleh para ahli.
Sebanyak 47 persen responden yang pernah mengalami mati suri melaporkan gejala gangguan tidur REM. Proporsi ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mengalami mati suri, yakni hanya 14 persen saja. Melihat hal ini, para ahli pun berpendapat bahwa beberapa pengalaman mati suri bisa merefleksikan kemunculan tiba-tiba dari fitur-fitur menyerupai tidur REM di otak.
Baca Juga: Daun Buatan untuk Menghasilkan Bensin Ramah Lingkungan, Seperti Apa?
Menanggapi hasil temuan ini; Dr Kevin Nelson, seorang profesor neurologi di University of Kentucky yang tidak terlibat dalam studi ini tetapi juga pernah melakukan penelitian tentang kaitan mati suri dengan gangguan tidur REM berkata bahwa orang-orang yang mengalami mati suri mungkin memiliki mekanisme otak yang berbeda.
Menurut dia, otak orang-orang yang mati suri mungkin mencampur kesadaran saat bangun dengan kesadaran saat tidur REM, seperti mimpi, sebagai reaksi ketika menghadapi krisis dan nyaris mati. Pencampuran inilah yang kemudian menjadi pengelihatan saat mati suri.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengalaman Orang-orang Mati Suri, Bagaimana Sains Menjelaskannya?". Penulis: Shierine Wangsa Wibawa, Yunanto Wiji Utomo, Michael Hangga Wismabrata.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR