Nationalgeographic.co.id - Survei tahun 2017 yang dilakukan pada 1500 anak muda di Inggris, menunjukkan bahwa Instagram menjadi media sosial paling buruk bagi kesehatan mental. Ia meningkatkan kecemasan, depresi dan masalah percaya diri.
Para ahli menyatakan, itu terjadi karena adanya perbandingan sosial pada saat menggunakan aplikasi tersebut. Anak muda cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain yang tampak lebih kurus, lebih kaya dan lebih bahagia pada profil Instagram mereka.
Meskipun begitu, bukan hanya anak muda saja yang terpengaruh dengan Instagram. Menurut studi UPitt, orang dewasa yang berusia di atas 32 tahun pun juga sering membandingkan dirinya dengan orang lain di Instagram.
Baca Juga: Sindrom Stockholm, Ketika Tawanan ‘Jatuh Cinta’ dengan Penculiknya
Emily Weinstein, peneliti dari Harvard University, mengatakan, ada bahaya yang mengintai dari perilaku iri di Instagram tersebut. Meskipun begitu, Emily mengakui, memang tidak mungkin menghindari Instagram sepenuhnya di dunia yang sangat terhubung pada teknologi ini. Agar mental kita tetap sehat, patuhi lima aturan ini saat bermain Instagram:
Unfollow akun yang tidak memberikan kebahagiaan
Setiap menelusuri feeds Instagram, tanyakan kepada diri sendiri apa yang dirasakan ketika melihat foto-foto tersebut.
Apakah foto liburan teman membuat sedih karena kita hanya duduk menatap layar komputer seharian? Apakah foto keponakan kita yang masih bayi membuat kita senanga? Menurut Weinstein, kita harus menentukan sendiri mana foto yang membuat bahagia, dan mana yang tidak. Sebab, gambar yang sama pun bisa memberikan efek berbeda pada orang lain.
“Bagi beberapa orang, memfollow akun desain dan dekorasi bisa memberikan efek menenangkan. Namun, bagi orang lain, itu bisa membuat iri karena rumahnya tidak sebagus itu. Konten yang sama, reaksi berbeda,” papar Weinstein.
Jika belum yakin apakah akun yang kita follow berdampak baik atau buruk bagi kesehatan mental, Weinstein menyarankan untuk coba berhenti mengikutinya selama beberapa waktu. Jika dalam beberapa minggu mulai merindukan postingan dari akun tersebut, kita bisa memfollownya kembali.
“Kebanyakan dari kita mulai menyadari bahwa akun tersebut tidak sehat, ketika berani meng-unfollownya. Itu merupakan bagian dari kesadaran diri,” kata Weinstein.
Follow akun positif
Ketika sudah tahu mana akun yang membuat bahagia, selanjutnya kita pasti akan mencari konten serupa. Bagi beberapa orang, akun meme atau yang sesuai hobi seperti travelling dan seni bisa memberikan kebahagiaan.
Ingatkan pada diri sendiri bahwa apa yang ditampilkan belum tentu sesuai dengan kenyataan
Tentu kita tahu bahwa Instagram merupakan “penyaringan” dari versi nyatanya. Namun, tetap saja sulit menjaga pemikiran ini ketika scrolling Instagram.
Dalam studinya, Weinstein menemukan fakta bahwa tingkah laku kita saat bermain Instagram mempengaruhi hasil akhirnya. Mereka yang menyadari bahwa foto-foto di Instagram tidak semudah yang terlihat, cenderung memiliki emosi yang lebih positif setelah melihatnya, dibanding remaja yang membandingkan dirinya dengan orang lain.
Baca Juga: Survei Ungkap Hampir Semua Karyawan Masuk Kerja Meski Sedang Sakit
Posting, like dan komentar lebih sering
Kita lebih sering menghabiskan waktu di media sosial hanya dengan menatapnya dibanding membuat konten sendiri. Sebuah studi menunjukkan bahwa pengguna pasif cenderung lebih sering melakukan perbandingan sosial dan merasa iri, daripada pengguna aktif yang sering menciptakan keterhubungan melalui posting-nya.
“Melihat foto orang lain di Instagram hanya membuat kita merasa hidup mereka lebih baik. Untuk menghindarinya, terhubunglah dengan mereka: share foto sendiri. Atau like dan komentari postingan mereka,” kata Philippe Verduyn, pemimpin penelitian tersebut dan asisten profesor psikologi di Maastricht University.
Tanya “mengapa”
Kadang kita terlalu lama menghabiskan waktu di Instagram. Menurut Oscar Ybarra, profesor psikologi di University of Michigan, penting untuk menganalisis pentingnya alasan mengapa kita sering membuka Instagram.
“Orang-orang perlu bertanya kembali alasan mereka menggunakan Instagram. Tanyakan 'mengapa' berkali-kali ke diri sendiri. Dengan begitu, kita jadi lebih sadar saat membuka media sosial tersebut,” paparnya.
Source | : | Dari berbagai sumber |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR