Nationalgeographic.co.id - Dalam cerita mitologi Nordik, Ragnarok merupakan serangkaian peristiwa apokaliptik yang akan menentukan akhir dunia. Para raksasa es dan api akan menggabungkan kekuatannya untuk melawan para dewa dalam pertempuran yang akan menghancurkan planet.
Dunia yang hancur itu akan muncul kembali. Para dewa yang masih hidup akan bertemu dan dunia akan dihuni kembali oleh orang-orang yang selamat.
Mitologi Nordik dibagi dalam dua kelompok besar, yakni dewa Aesir dan Vanir. Mereka tinggal di Jötunheimr, salah satu dari sembilan dunia kosmologi Nordik, yang sebelumnya ditempati oleh para raksasa.
Mereka dibuang ke sana oleh Aesir, setelah menolak masuk ke Asgard.
Baca Juga: Mitologi Kraken, Mahluk Laut Raksasa yang Ditakuti Para Pelaut
Dalam kisah-kisah Nordik kuno, para raksasa sering berinteraksi dengan Aesir dan Vanir, tetapi mereka biasanya berselisih atau bersaing dengan mereka.
Seperti kisah kiamat dalam agama Kristen, Ragnarok memiliki serangkaian tanda yang pada akhirnya akan menentukan akhir zaman.
Tanda pertama adalah Fimbulvetr, musim dingin yang panjang terus menerus yang berlangsung selama satu tahun. Ayam merah bernama Fjalar akan memperingatkan para raksasa bahwa Ragnarok telah dimulai.
Ayam jantan kedua akan memperingatkan semua orang mati bahwa Ragnarok telah dimulai. Lalu ada ayam jantan merah ketiga yang tinggal di Asgard bernama Gullinkambi, yang akan memperingatkan semua dewa tentang awal dari akhir.
Dewa Heimdallr akan menggunakan trompetnya untuk memainkan nada khusus yang akan didengar di Valhalla, dan ini akan membawa orang mati hidup kembali dan mereka akan berbaris ke alam yang disebut Vigrid (tempat pertempuran) sebagai tempat pertempuran terakhir.
Baca Juga: Berkesenian di Zaman Edan, Strategi Bertahan di Tengah Pagebluk
Lautan akan terkoyak dan seekor ular yang begitu besar, ukurannya bisa mengelilingi bumi dan menggenggam ekornya sendiri, akan bangkit dari laut dalam untuk bergabung dalam pertempuran.
Source | : | ancient origins |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR