Nationalgeographic.co.id - “Pandemi itu seperti kebakaran hutan, karena begitu hutan terbakar itu sulit terkendali,” ucap epidemiolog Pandu Riono pada acara editor meeting "Ancaman Karhutla di Tengah Pandemi” yang diselenggarakan oleh The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) pada 29 Agustus 2020.
Menurut Pandu, yang lebih suka disebut juru wabah, Covid-19 ini juga sama penularannya seperti kebakaran hutan. “Sehingga dengan adanya pandemi dan kebakaran hutan maka Indonesia mengalami double kebakaran hutan,” katanya lagi.
Dampaknya akan sangat sulit diukur, begitu juga kerugiannya akan sulit diukur karena banyak sekali kehidupan di hutan itu yang hilang dan pandemi Covid-19 masih banyak misterinya.
Baca Juga: Kebakaran Hutan dan Lahan Timbulkan Masalah Kesehatan Pada Anak di Masa Depan
Dampak kebakaran hutan menurut studi di Pekanbaru akan meningkatkan resiko kasus TB selama setelah kebakaran hutan. Saat itu terjadi peningkatan indeks NO2, yang lebih berisiko dari PM10 dan SO2.
Zat-zat itu akan terhirup ke dalam paru dan akan dibawa darah ke seluruh sistem tubuh. Dampaknya akan luas sampai ke fungsi imunitas lainnya. Saat terkena virus, ini akan meningkatkan resiko kematian dan penularan.
Jadi di era pandemi ini daerah-daerah kebakaran hutan yang kasus Covid-19-nya rendah akan memudahkan terjadinya perluasan pandemi. Membuat kasus akan meningkat. Apalagi menurut prediksinya pandemi akan berlangsung sampai 2022.
Menurut data KLHK terjadi penurunan luas areal terbakar sebesar 52,8 persen pada periode 1 Januari sampai 31 Juli 2020 dibanding periode yang sama pada 2019.
“Jadi kita harus mencegah kedua-duanya. Kebakaran hutan tidak boleh terjadi, karena akan memperburuk di era pandemi ini,” katanya. Pandemi ini bisa diatasi kalau kita mau serius mengendalikan.
Menurutnya, pandemi ini mengubah semua tatanan dan tidak akan mungkin lagi kembali ke era sebelum pandemi. “Pertama kita sudah melakukan banyak kesalahan-kesalahan dengan merusak lingkungan dan sebagainya, itu kesalahan tidak boleh terjadi lagi,” tambahnya.
Pada masa-masa mendatang, Pandu menambahkan, masih ada problem yang akan dihadapi seperti perubahan cuaca global. “Memang bahaya-bahaya yang tidak kelihatan, semua yang tidak kelihatan dipersepsikan tidak ada bahaya,” katanya.
Penulis | : | Warsono |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR